Asmujiono Pendaki Pertama Puncak Everest, Dia orang Indonesia yang pertama sampai Puncak Everest, dia juga orang Asia Tenggara dan muslim yang pertama sampai puncak Everest. Asmujiono berasal dari Malang, Jawa Timur, waktu itu mendaftar menjadi anggota Kopassus. Namun, salah satu persyaratan menjadi Kopassus harus memiliki tinggi minimal 168 sentimeter. Akan tetapi, Asmujiono tingginya hanya 165 sentimeter. Setelah Asmujiono masuk ke dalam Kopassus dan mengikuti pelatihan yang luar biasa keras, dirinya menjadi prajurit Kopassus yang terbaik. Kemudian, waktu tahun 1996 Kopassus mengadakan pendakian ke puncak Everest dan akhirnya Asmujiono orang yang terpilih berangkat ke sana. “Saya hanya bisa mengucapkan Allahu Akbar ketika sampai di puncak,” ucap anggota Kopassus Serka (purn) Asmujiono di depan ratusan hadirin di Jakarta, Sabtu lalu (26/4/2014). Asmujiono adalah orang pertama di Asia Tenggara yang berhasil meraih puncak pegunungan Everest. Ia berhasil menaklukkan Everest pada 26 April 1997, pukul 15.40.
Laki-laki kelahiran Malang ini mengaku bahwa pelatihnya sebenarnya sudah menyuruh ia turun, karena dua orang temannya sudah tidak mampu untuk menaiki sampai puncak. Tapi sebagai anggota Kopassus, ia merasa lebih baik tinggal nama, daripada gagal dalam tugas. Ia pun terus menaiki gunung yang bersalju tebal itu, meski seluruh tubuh dan alat inderanya sudah ‘melayang-layang’. Jaya Suprana, memberikan rekor MURI atas pencapaian prestasi yang dilakukan Asmujiono itu. “Ini bukan hanya rekor Indonesia, bahkan ini adalah rekor dunia. Karena ia orang pertama yang mengucapkan Allahu Akbar di gunung Everest,”tegas pendiri Museum Rekor Indonesia ini. Dalam acara itu, Fadli Zon sebagai pelaksana acara, juga meluncurkan kembali buku dan VCD prestasi besar Asmujiono dan Timnya ini. Tim Nasional Ekspedisi Everest ini diprakarsai oleh Danjen Kopassus, Mayjen TNI Prabowo Subianto pada akhir 1996. Visi Prabowo adalah mengibarkan bendera Merah Putih di puncak tertinggi dunia, puncak Mount Everest dengan ketinggian 8.848 meter di atas permukaan laut. Sadar pendakian tak bisa dilakukan dengan mudah, Prabowo memilih orang-orang terbaik yang menjadi pendukung tim. Anatoli Nikolaevich Boukreev (Kazakhstan) dan Richard Pawlosky (Polandia) dipilih menjadi pelatih tim. Vladimir Bashkirov dipercaya menjadi filmmaker, sedangkan Dr. Evgeni Vinogradski menjadi dokter tim.
Saat pertama kali bertemu Prabowo, Boukreev menjelaskan tentang berbagai kemungkinan yang akan terjadi selama pendakian, termasuk potensi kegagalan. Prabowo meyakinkan Boukreev bahwa orang Indonesia mempunyai motivasi yang lebih dari cukup untuk melakukan ekspedisi. Mereka tak gentar menghadapi berbagai tantangan. Bahkan nyawa dan jiwapun siap mereka pertaruhkan. Tim Nasional Ekspedisi Everest sebenarnya berjumlah 43 orang, terdiri dari anggota Kopassus, Wanadri, FPTI, Rakata dan Mapala UI. Setelah ekspedisi besar, tersisa 16 orang yang kemudian dibagi menjadi dua tim. 6 orang dari sebelah utara melalui Tibet dan 10 orang dari Selatan melalui Nepal. Asmujiono masuk di Tim Selatan. Proses pendakian tak mudah. Cuaca ekstrem dan medan yang berat menjadi tantangan tersendiri bagi pendaki. Sekitar 250m menjelang puncak Everest, Tim Utara terhalang badai, sehingga tak bisa melanjutkan perjuangan. Asmujiono sempat terkena mountain sickness. Makan apa saja muntah. Kepala-kepala dibenturkan tak akan terasa. “Telinga saya mendengung seperti mendengar tahlil dan semacamnya,”ucap Asmujiono. Dua temannya yang mengiringinya terakhir, Sertu Misirin dan Lettu inf. Iwan Setiawan, sudah terkulai. Karena Prabowo memberikan perlengkapan terbaik dan dokter yang hebat, Dr Evgeni Vinogradski, anggota tim yang sakit bisa langsung dievakuasi secepatnya.
Saat itu, Asmujiono sudah disuruh oleh pelatih dan dokter tim, Boukreev dan Dr Evgeni agar menghentikan pendakian, karena resiko nyawanya bisa terancam. Tapi laki-laki kelahiran 1 September 1971 ini, tak mau menyerah dan terus melakukan pendakian sampai puncak. Hingga akhirnya ia berhasil menancapkan Merah Putih dan mengucapkan Allahu Akbar di sana. “Saya memegang teguh semangat Kopassus ‘Lebih Baik Pulang Nama, Daripada Gagal Tugas’,”tegasnya. Ia pun mengucapkan terima kasih yang besar atas bimbingan Prabowo yang menjadikannya sebagai anggota Kopassus yang berprestasi. Prabowo memang saat itu bukan hanya memberikan spirit kepada tim, tapi juga mengantarnya langsung ke tempat pendakian sekitar 2000 meter. Ide Prabowo untuk membuat Emergency Camp diantara camp 4 dan puncak Everest sebagai tempat istirahat sekembalinya tim dari puncak Everest, ternyata mampu menyelamatkan Asmujiono, Misirin dan Iwan Setiawan. Asmujiono mengakui bahwa tanpa adanya Emergency Camp, mereka bisa jadi sudah meninggal karena kelelahan tak bisa turun ke bawah. Ide Prabowo mengenai Emergency Camp hingga kini terus dipakai oleh para pendaki Everest.