Risnawati Utami selalu bersemangat menjalani hari-harinya meski dari atas kursi roda. Risna terkena polio saat berusia 4 tahun dan sejak itu tak bisa lagi berjalan dengan kedua kakinya. Sejak itu, ia tak bisa lagi bermain hujanhujanan dan bersepeda bersama teman-temannya. Keceriaan masa kanak-kanaknya seakan direnggut paksa oleh penyakit itu. Dari anak bukan penyandang disabilitas menjadi anak disabel. Beruntung, meski malu dan sedih melihat kondisi Risna, ayah dan ibunya tetap mendukung untuk mencapai pendidikan setinggi-tingginya. Atas saran seorang fisioterapis, risna pun disekolahkan di sekolah umum, bukan di sekolah luar biasa.
Setamat SMA Risna diterima di Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Solo dan berhasil meraih gelar sarjana hukum pada tahun 1997. Sampai saat itu Risna belum memiliki kursi roda. Ia hanya mengandalkan kruk untuk berjalan ke mana-mana dan beraktivitas. Untuk urusan prestasi di dunia pendidikan, Risna tak perlu diragukan. Namun tantangan sebenarnya dihadapi setelah lulus kuliah dan menjadi sarjana hukum. Ternyata sebagai penyandang disabilitas, mencari kerja sangat sulit. Risna terpaksa jadi sarjana hukum pengangguran selama dua tahun. Tentu ini sangat menyakitkan, terutama karena terbatasnya mobilitas dan aksesibilitas.
Justru saat-saat jadi pengangguran itu akhirnya menjadi periode penting dalam hidup Risna. Ia mulai bersinggungan dengan isu-isu sosial dan terlibat dalam gerakan perjuangan hak hak penyandang disabilitas. Periode ini lalu menjadi titik balik pembangkit semangat Risna untuk berdiri tegak dan berbuat sesuatu bagi keluarga dan masyarakat, khususnya penyandang disabilitas di Indonesia. Risna aktif di Yayasan Talenta yang memperjuangkan nasib penyandang disabilitas di Solo. Mulai dari menjadi volunteer sampai akhirnya menjadi Program Manager di Talenta sejak tahun 2001 hingga 2006. Salah satu buah karyanya di Talenta adalah buku Meretas Siklus Kecacatan; Realitas yang Terabaikan, hasil penelitian yang dipimpinnya. Tema penelitian ini adalah persepsi dan pemahaman kesehatan reproduksi pada disabel di Kota Surakarta tahun 2003.
Risna meninggalkan Yayasan Talenta karena lolos seleksi beasiswauntuk menempuh pendidikan S2di Amerika. Risna belajar tentang kebijakan dan manajemen kesehatan internasional di Brandeis University hingga meraih gelar master pada tahun 2008. Selama belajar di Amerika Risna mengenal Wheels Berdiri Tegak di Atas Kursi Risnawati Utami for Humanity, California, yang menerimanya sebagai mahasiswa magang saat libur musim panas. Risna magang untuk development program di Wheels for Humanity. Di situ Risna belajar tentang berbagai pernik persoalan kursi roda untuk negara berkembang. Inilah titik temu karier akademik dan personal dalam hidup Risna.
Di masa mudanya, ia tak bisa memiliki kursi roda meski sangat menginginkannya, kemudian belajar untuk urusan menyediakan kursi roda bagi sebanyak mungkin orang yang membutuhkan. Baginya, kesempatan magang di UCP Wheels for Humanity merupakan pengalaman yang juga tak ternilai harganya, sebagaimana kesempatan belajar di Amerika dan bisa meraih gelar master di bidang manajemen dan kebijakan kesehatan internasional. Risna yang baru memiliki kursi roda pada tahun 2001. Dan kursi roda itu juga diperolehnya dari UCP yang sedang mengadakan program di Yogyakarta. Sejak itu Risna mampu berdiri tegak di atas kursi rodanya sebagai sosok disabel yang mandiri dan mampu melakukan banyak hal luar biasa.
Risna sempat menjabat Program Manager di UCP Roda untuk Kemanusiaan yang berkantor di kawasan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Ia juga mengajar sebagai dosen tamu di Fakultas Arsitektur UGM, UNS Solo, dan Universitas Tunas Pembangunan Solo untuk materi topik khusus (special topic class), yaitu barrier free environment and universal design (desain lingkungan universal yang ramah disabel). Ia juga berkali kali diundang ke berbagai forum internasional untuk konferensi tentang kesehatan reproduksi dan disabilitas. Di antara semua kesibukannya untuk terus berbuat bagi pewujudan hak hak penyandang disabilitas, apakah Risna masih punya waktu untuk kehidupan pribadinya? Ditanya soal ini, Risna tersipu-sipu. Tiba-tiba teleponnya berdering. Selain berhasil meraih gelar master di Amerika, tampaknya Risna pun menemukan cintanya di sana.
#Sumber: majalahdiffa (Rubrik Sosok 06 Diffa, 2011)