Mayer Amschel Bauer lahir di Frankfurt, Jerman, pada tahun 1743 dan meninggal pada tahun 1812. Ia putera dari Moses Amschel Bauer, seorang lintah-darat dan tukang emas yang berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Setelah letih berkelana di Eropa Timur, akhirnya ia memutuskan menetap di kota dimana putera pertamanya dilahirkan. Ia membuka sebuah kedai, persisnya kedai untuk pinjam-meminjamkan uang, di Judenstrasse (kampung Yahudi). Di atas pintu masuk kedai digantungkannya merk dagangnya, berupa sebuah Tameng Merah (Rothschild).
Pada usia yang masih sangat muda Mayer Amschel Bauer Jr. telah memperlihatkan kemampuan intelektual yang luar-biasa, dan sang ayah mengajari hampir sepenuh waktunya segala sesuatu yang diketahuinya tentang bisnis pinjam-meminjamkan uang, serta pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya dari berbagai sumber. Bauer sepuh sebenarnya mengidamkan anaknya untuk dididik menjadi ulama Yahudi (Rabbi), tetapi ajal yang menjemputnya membuat idaman itu tidak pernah terwujud.
Beberapa tahun setelah ayahnya meninggalnya, Amschel Mayer Bauer muda bekerja sebagai kerani di suatu bank milik keluarga Oppenheimer di Hannover. Keunggulan kemampuannya cepat terlihat, dan kariernya melesat dengan cepat. Dia diberikan peluang sebagai mitra-muda dalam kepemilikan bank itu. Setelah ia kembali ke tempat kelahirannya di Frankfurt, ia membeli kembali bisnis yang telah dibangun ayahnya sejak tahun 1750. Tanda “Tameng Merah” yang ditinggalkan ayahnya ternyata tetap menggelantung di atas pintu kedai itu.
Untuk menghormati ingatan yang membekas kuat akan ayahnya yang tak pernah terlepas dengan merk dagang “Tameng Merah” itu, Bauer muda kemudian mengubah sepenuhnya nama keluarganya yang dianggapnya tidak cocok dengan impian besar bidang yang akan digelutinya dari Bauer (Jerman : “petani”) menjadi Rothschilds, yang artinya “Tameng Merah”. Sejak itu sebuah dinasti Rothschilds telah dilahirkan.
Basis pemupukan kekayaan dibangunnya pada dasawarsa 1760-an, ketika Amschel Mayer Rothschild muda membangun kembali koneksi dengan Jenderal von Estorff. Hubungan itu berkembang ketika ia mengabdikan-diri sebagai pesuruh bagi jenderal tersebut semasa masih sebagai karyawan di Oppenheimer Bank di Hannover. Ketika Rothschild mengetahui jenderal yang kini ditugasi di istana Pangeran Wilhelm von Hanau memiliki hobi mengumpulkan jenis mata- uang yang langka, tanpa berpikir panjang lagi ia memanfaatkan situasi itu dengan sepenuhnya.
Dengan jalan mempersembahkan jenis- jenis mata-uang yang langka dengan harga miring ia membuka pintu persahabatan dengan sang jenderal dan beragam punggawa di istana sang pangeran. Pada suatu hari ia diperkenalkan langsung kepada Pangeran Wilhelm pribadi. Sang Pangeran membeli seonggok medali dan mata-uang langka darinya. Peristiwa ini merupakan transaksi pertama antara seorang Rothschild dengan seorang kepala sebuah negara. Dalam tempo yang tidak terlalu lama Rothschild berhasil mengembangkan bisnisnya dengan para pangeran lainnya.
Rothschild mencoba taktik lain untuk menjamin koneksinya dengan pangeran setempat. Ia menulis surat dengan menggosok sentimen kebanggaan para bangsawan seraya memohon akan perlindungan mereka. Taktiknya berhasil dan pada tanggal 21 September 1769 Rothschild berhasil memaku lambang prinsipalitas Hess-Hanau di depan kedainya sebagai lambang restu dari pangeran yang bersangkutan. Dengan huruf-huruf dari emas tulisannya berbunyi, “M.A. Rotschild. Dengan limpahan karunia ditunjuk sebagai abdi istana dari Yang Mulia Pangeran Wilhelm von Hanau”. Pada tahun 1770 Rothschild mengawini Gutele Schnaper yang masih berusia 17 tahun. Mereka dikarunia 10 orang anak, 5 laki-laki diberi nama Amschel III, Salomon, Nathan, Karlmann (Karl), dan Jacob (James) dan 5 perempuan.
Sejarah mencatat bahwa Wilhelm von Hanau, “yang lambang kerajaannya terkenal di Jerman sejak Abad Pertengahan”, adalah seorang “pedagang manusia”. Untuk suatu harga yang pantas, sang pangeran melalui ikatan darah yang terkait erat dengan keluarga kerajaan di Eropa, dapat menyiapkan sepasukan tentara sewaan kepada kerajaan manapun. Langganan baiknya adalah kerajaan Inggeris yang selalu kekurangan tentara, untuk keperluan menjinakkan koloninya di Amerika Utara. Usaha sang pangeran memang sangat berhasil dengan bisnis tentara- sewaan itu.
Tatkala mangkat ia meninggalkan warisan dalam jumlah yang tak ada taranya di Eropa pada masa itu, yaitu $ 200.000.000,- Penulis biografi Rothschild, Frederic Morton, menggambarkan Pangeran Wilhelm von Hanau sebagai “Lintah-darat Eropa yang paling berdarah dingin”. Rothschild di bidang ini bertindak sebagai dealer “ternak manusia” itu. Ia bekerja dengan sangat rajin dalam posisi itu, karena ketika Pangeran Wilhelm terpaksa harus melarikan diri ke Denmark, ia menghibahkan pada Rothschild uang lebih dari 600.000 pound ($ 3.000.000,-) dalam bentuk deposito.
Fakta Tentang versi lain yang terjadi dapat dibaca di dalam ‘Jewish Encyclopaedia’, jilid 10, h.494, yang menulis, “Menurut ceritera dari mulut ke mulut, uang ini disembunyikan dalam guci-guci anggur dan berhasil lolos dari penggerebekan tentara Napoleon ketika mereka menduduki Frankfurt dan guci-guci itu ditemukan utuh pada tahun 1814, ketika para elektor (penguasa kota) menduduki elektorat itu kembali. Fakta-fakta itu agak kurang romantik, tetapi memang begitulah adanya.”
Masyarakat Yahudi sendiri menjelaskan bagaimana Rothschild menyimpan uang yang $3.000.000,- itu. Agaknya Rothschild telah melipat uang Pangeran Wilhelm. Bahkan sebelum uang itu sampai ke tangan Rothschild, uang itu tidak bersih (tidak ‘kosher’, atau halal). Uang itu berasal dari kerajaan Inggeris yang dibayarkan kepada Pangeran Wilhelm, tetapi belum dibayarkan Rothschild kepada pasukan yang berhak. Dengan uang itu sebagai kapital dasar yang kokoh, Amschel Mayer Rothschild memutuskan untuk membuka usaha sendiri sebagai bankir internasional yang pertama.
Beberapa tahun sebelumnya Amschel Mayer Rothschild telah mengirimkan puteranya yang ketiga, Nathan, ke Inggeris untuk mengelola bisnis keluarga di negara tersebut. Setelah tinggal sebentar di Manchester, dimana ia bekerja sebagai pedagang, Nathan, atas perintah ayahnya, pindah ke London dan mendirikan sebuah kantor yang berperan sebagai bank dagang. Agar kegiatan bisa berjalan, Rothschild memberikan kepada Nathan dana tiga juga dollar yang berasal dari hasil penilepan uang milik Pangeran Wilhelm Hess tadi. Nathan menginvestasikan uang curian itu ke dalam “batangan emas dari East India Company, karena menyadari akan kemungkinan dibutuhkannya emas itu bagi kampanye Wellington”.