Eppi Kusnandar (lahir 1 Mei 1964; umur 51 tahun) adalah aktor Indonesia berdarah Sunda. Epy telah aktif di teater sejak masih duduk di bangku sekolah menengah. Dia ingin menjadi aktor seperti Slamet Rahardjo dan Didi Petet. Meski lulus SMA pada tahun 1983, Epy baru melanjutkan ke Institut Kesenian Jakarta (IKJ) pada tahun 1989. Sejak itu, Epy aktif di berbagai sanggar teater seperti Pantomim Sena Didi dan Theater Aristokrat. Tak hanya teater, Epy juga merambah layar kaca dan layar lebar.
Nama Epy mulai dikenal lewat kelompok komedi yang menjadi maskot sebuah produk rokok sigaret. Bahkan bersama empat teman satu grup lawaknya, membintangi sinetron berjudul Asyiknya Geng Hijau.[1] Nama Epy melejit setelah bermain dalam sinetron Kejar Kusnadi di RCTI. Pria asal Garut, Jawa Barat ini juga turut bermain dalam beberapa film, antara lain Maskot (2006) sebagai Sapari, serta dalam film I Love You, Om. Nama Epy sekarang identik dengan Dadang, satpam perumahan dalam sinetron komedi Suami-suami Takut Istri.
Preman Pensiun adalah sinetron bergenre drama komedi yang ditayangkan RCTI dan diproduksi oleh MNC Pictures. Ditayangkan Setiap Hari Senin-Jumat pukul 17.00 WIB dan Hari Sabtu-Minggu pukul 16.45 WIB. Serial Komedi Penuh Inspirasi Bahar sebenarnya cuma preman “kecil”, tapi wilayahnya cukup luas, selain menjadi “backing” para pedagang kaki lima, juga menguasai sebuah pasar dan terminal. Kisah yang akan dituturkan dalam serial ini bukanlah perjalanan hidupnya sejak awal, meskipun dalam beberapa dialog terceritakan juga, melainkan kisah di masa tuanya ketika dia memutuskan untuk pensiun.
Masa lalu yang terceritakan dalam dialog adalah bahwa bahwa merantau dari Garut ke Bandung sekitar tahun 1975-1976, ketika dia remaja dan pergi merantau karena keluarganya di kampung sangat miskin. Di Bandung, Bahar remaja mencari nafkah sebagai penjual tahu, leupet dan telor asin di bis sebelum keluar terminal. Penghasilan Bahar kala itu tidaklah besar, cuma pas-pasan, cenderung minim. Dia menerima itu sebagai rejekinya, tapi yang tidak bisa dia terima adalah bahwa dia harus membayar pajak pada para preman. Bahar kemudian berpikir bahwa dari pada dipungut “pajak” lebih baik dia yang memungut pajak.
Kemampuan beladiri yang dipelajarinya karena tradisi di kampung dan tekad yang kemudian muncul untuk bertahan dan berjaya di perantauan, membuat dia kemudian nekad perlahan-lahan masuk jaringan premanisme yang menguasai terminal. Bermula dari cuma sekedar “keset”, lama kelamaan, tahun demi tahun, perlahan-lahan, Bahar kemudian mencapai puncak kekuasaan. Sepuluh tahun pertama, Bahar hanya menjadi bagian dari kekuasaan sebuah jaringan premanisme, dua puluh tahun selebihnya, Bahar adalah pemegang kekuasaan yang mencengkram jalanan, pasar dan terminal.
Tangan kanannya adalah Muslihat, maling amatir yang masuk ke rumahnya sekitar dua puluh tahun silam. Muslihat berhasil ditaklukan hingga tidak sadarkan diri dan baru siuman tiga hari kemudian, di hadapan Bahar dan polisi. Setelah tahu bahwa Muslihat mencuri demi untuk membiayai ibunya masuk rumah sakit, Bahar meminta polisi untuk tidak memproses kasusnya secara hukum, mengakui Muslihat sebagai saudaranya dan persoalan akan diselesaikan secera kekeluargaan.
Muslihat diberinya uang satu juta yang pada waktu merupakan jumlah yang luar biasa. Setelah seminggu, Muslihat kembali pada Bahar dengan uang yang masih utuh. Muslihat bermaksud mengembalikan uang itu karena sudah tidak membutuhkannya lagi. Ketika dia pulang ke kampung dengan membawa uang, ibunya sudah terlanjur meninggal. Bahar kemudian meminta Muslihat untuk bekerja padanya. Rasa hormat Muslihat dan kepercayaan Bahar, membuat mereka tidak terpisahkan hingga dua puluh tahun kemudian.