Ir. Hasto Kristiyanto, MM. (lahir di Yogyakarta, 7 Juli 1966; umur 53 tahun) adalah politikus berkebangsaan Indonesia[1]. Saat ini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menggantikan Tjahjo Kumolo yang diangkat sebagai Menteri Dalam Negeri. Sebelumnya, Hasto menjabat Wakil Sekretaris Jenderal PDIP merangkap sebagai salah satu deputi Tim Transisi menjelang pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden ke-7 Republik Indonesia, 20 Oktober 2014. Pernah pula menjadi anggota DPR RI periode 2004-2009 dari fraksi PDIP[2]. Saat itu, dia duduk di Komisi VI yang menangani permasalahan perdagangan, perindustrian, investasi dan koperasi.
Hasto Kristiyanto lahir di Yogyakarta pada tanggal 7 Juli 1966. Sejak duduk di bangku SMA, dia sudah tertarik dengan dunia politik. Selama bersekolah di SMA Kolese de Britto Yogyakarta, dia gemar membaca buku politik. Kemudian melanjutkan studinya di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, lulus tahun 1991 dengan gelar Insinyur. Selama masih berstatus mahasiswa, Hasto aktif mengikuti kegiatan organisasi. Dia bahkan sempat menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Teknik UGM. Dari sinilah, Hasto semakin mantap terjun ke kancah politik. Hasto mengakui, niatnya yang bulat untuk terjun ke dunia politik tak lepas dari campur tangan gereja. Baginya, kehidupan gereja sangat berperan atas pembentukan dirinya melalui kaderisasi dan bimbingan seorang pastor. Bahkan, hingga kini, Hasto masih melakukan bimbingan rohani dengan Pastor Herman Joseph Suhardiyanto SJ.
Hasto kemudian memutuskan untuk menjadi anggota partai Perjuangan Demokrasi Indonesia. Bersama partai inilah, dia terpilih menjadi anggota DPR RI untuk periode 2004-2009, dari daerah pemilihan Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek, Jawa Timur. Sewaktu menjadi anggota DPR, Hasto menolak beberapa RUU dii antaranya RUU Free Trade Zone Kawasan Batam. Di balik RUU itu, menurutnya, terdapat kepentingan perusahaan-perusahaan besar yang ingin berinvestasi di wilayah itu. Namun, RUU tetap diproses hingga menjadi Undang-Undang. Semasa kekosongan sebagai anggota DPR, ia menjadi pengajar dan motivator di internal partai. Dalam seminggu, ia menghabiskan lima hari untuk partai, sehari untuk keluarga, dan sisanya bersama rekan-rekannya.