Karena situasi politik yang memanas di Jakarta, pada tahun 1946 ibu kota Republik Indonesia berada di Yogyakarta. Atas perintah presiden pertama RI, Soekarno, agar disusun berbagai acara dalam rangka upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI yang pertama pada tahun 1946, Husein Mutahar merancang acara pengibaran bendera pusaka oleh tiga orang putra dan dua putri yang berstatus pelajar dan berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang sedang bersekolah di Yogyakarta sebagai wakil dari seluruh Indonesia. Itulah yang menjadi cikal-bakal Korps Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). Dalam pernikahannya dengan Atmono Suryo, mereka dikaruniai anak yang bernama Denny Suryo, Adwina Armstrong, dan Riza Suryo. Siti Dewi meninggal dunia pada 20 Desember 2000 di Jakarta. Ia dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet, Jakarta Pusat.
Pada upacara yang bersejarah di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta tersebut, Siti Dewi dipercaya sebagai pembawa nampan yang menerima Bendera Pusaka dari presiden Indonesia. Penampilannya yang elegan dan cerdas telah membuat Mutahar "kepincut" dan memilihnya sebagai pembawa nampan Bendera Pusaka. Begitu terkesannya Mutahar pada Siti Dewi sehingga sampai masa tuanya ia selalu mengingat nama Titik Dewi, dan dalam setiap kesempatan ia selalu mengingatkan bahwa Titik Dewi adalah bagian dari Paskibraka yang harus diketahui oleh seluruh mantan anggota Paskibraka yang merupakan pelajar-pelajar pilihan dari berbagai daerah di Tanah Air.