Astronomi ialah cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-benda langit (seperti halnya bintang, planet, komet, nebula, gugus bintang, atau galaksi) serta fenomena-fenomena alam yang terjadi di luar atmosfer Bumi (misalnya radiasi latar belakang kosmik (radiasi CMB)). Ilmu ini secara pokok mempelajari pelbagai sisi dari benda-benda langit — seperti asal-usul, sifat fisika/kimia, meteorologi, dan gerak — dan bagaimana pengetahuan akan benda-benda tersebut menjelaskan pembentukan dan perkembangan alam semesta.
Astronomi sebagai ilmu adalah salah satu yang tertua, sebagaimana diketahui dari artifak-artifak astronomis yang berasal dari era prasejarah; misalnya monumen-monumen dari Mesir dan Nubia, atau Stonehenge yang berasal dari Britania. Orang-orang dari peradaban-peradaban awal semacam Babilonia, Yunani, Cina, India, dan Maya juga didapati telah melakukan pengamatan yang metodologis atas langit malam. Akan tetapi meskipun memiliki sejarah yang panjang, astronomi baru dapat berkembang menjadi cabang ilmu pengetahuan modern melalui penemuan teleskop.
Biografi Ilmuwan Astronomi Sebelum Masehi
Anaximander (610-546 sM)
Seorang ilmuwan Yunani yang sering disebut sebagai "Bapak Ilmu Astronomi". Ia menganggap bentuk Bumi sebagai silinder dan angkasa berputar tiap hari mengelilinginya. Anaximandros adalah seorang filsuf dari Mazhab Miletos dan merupakan murid dari Thales. Seperti Thales, dirinya dan Anaximenes tergolong sebagai filsuf-filsuf dari Miletos yang menjadi perintis filsafat Barat. Anaximandros adalah filsuf pertama yang meninggalkan bukti tulisan berbentuk prosa.[3] Akan tetapi, dari tulisan Anaximandros hanya satu fragmen yang masih tersimpan hingga kini.
Aristarchus (abad ke-3 sM)
Seorang ilmuwan Yunani yang percaya bahwa Matahari adalah pusat alam semesta. Ia orang pertama yang menghitung ukuran relatif Matahari, Bumi dan Bulan. Ia menemukan bahwa diameter bulan lebih dari 30% diameter Bumi (sangat dekat dengan nilai sebenarnya yaitu 0,27 kali diameter bumi). Ia juga memperkirakan bahwa Matahari memiliki diameter 7 kali diameter Bumi. Ini kira-kira 15 kali lebih kecil dari ukuran sebenarnya yang kita ketahui saat ini.
Aristoteles (384-322 sM)
Seorang ilmuwan Yunani yang percaya bahwa Matahari, Bulan dan planet-planet mengitari Bumi pada permukaan serangkaian bola angkasa yang rumit. Ia mengetahui bahwa Bumi dan Bulan berbentuk bola dan bahwa bulan bersinar dengan memantulkan cahaya Matahari, tetapi ia tak percaya bahwa Bumi bergerak dalam Antariksa ataupun bergerak dalam porosnya
Eratosthenes (276-196 sM)
Eratosthenes adalah cendekiawan Yunani yang hidup di Alexandria, sebuah kota di Mesir. Seorang ahli astronomi Yunani yang pertama-tama mengukur besarnya Bumi secara teliti. Ia mencatat perbedaan ketinggian Matahari di langit sebagaimana terlihat pada tanggal yang sama dari dua tempat pada garis utara-selatan yang jaraknya diketahui. Dari pengamatannya, ia menghitung bahwa Bumi mestinya bergaris tengah 13.000 km. Hampir tepat dengan angka yang sebenarnya (12.756,28 km pada katulistiwa).
Dari pengamatan sederhana yang dilakukan, ia mampu mengukur ukuran seluruh planet. Eratosthenes tahu bahwa jarak luar biasa antara matahari bumi, sinarnya mencapai Alexandria dan Syene dalam berkas berkas sinar sejajar yang berdampingan. Jika bumi datar maka bayangan akan lenyap di seluruh dunia pada tanggal 21 Juni. Namun, ia memperkirakan karena bumi melengkung, tembok-tembok dan tiang-tiang di Alexandria sekitar 800 km sebelah utara Syene menonjol dari permukaan bumi dengan sudut berbeda. Jadi pada tengah hari pertama musim panas, Eratosthenes menghitung bayangan yang ditimbulkan oleh tiang-tiang batu di luar museum. Karena ia tahu ketinggian tiang-tiang batu itu, ia dapat membayangkan garis dari puncak tiang-tiang batu itu ke ujung bayangan, membuat segitiga yang dapat dihitung.
Setelah menggambar segitiga itu, Eratosthenes memakai rumus geometri sederhana untuk membuktikan puncak kemiringan tiang tiang batu itu memiliki kemiringan dari Matahari sedikit di atas 70. karena tidak ada bayangan pada tengah hari di Syene di hari pertama musim panas, sudut di Syene 00, atau tidak ada sudut sama sekali. Hal ini berarti Alexandria berjarak 70 lebih sedikit dari Syene sepanjang keliling bumi. Semua lingkaran memiliki 3600, dan keliling bumi bukan perkecualian. Sudut 70 antara dua kota itu sekitar 1/50 lingkaran. Jadi Eratosthenes mengalikan jarak antara Syene dan Alexandria sekitar 800 km dengan angka 50, mendapatkan angka 40.000 untuk jarak keliling bumi. Para astronom modern menghitung keliling bumi tepatnya 40.061 km. Eratosthenes telah membuktikan dirinya sebagai cendekiawan kelas satu.