Pangeran Salman adalah Putra Mahkota pengganti Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdulaziz yang meninggal pada Jumat (23/1/2015) dini hari waktu setempat yang tak lain adalah adiknya sendiri. Demikian pengumuman pihak istana kerajaan itu dalam sebuah pernyataan. Adik tirinya, yaitu Pangeran Moqren, diangkat menjadi putra mahkota, lanjut pernyataan tersebut.
Raja Abdullah, diyakini berusia sekitar 90 tahun, dirawat di rumah sakit Desember lalu karena menderita pneumonia dan telah bernapas dengan menggunakan alat bantu. Dia meninggal pada Jumat pukul 01.00 atau pukul 05.00 WIB dan akan dimakamkan setelah shalat Jumat. Dalam beberapa tahun terakhir, usia yang lanjut dan kondisi kesehatannya yang buruk telah menimbulkan keprihatinan tentang kepemimpinan masa depan negara yang merupakan salah satu produsen utama minyak dunia itu. Adik tiri Abdullah, Pangeran Salman (79 tahun), diangkat menjadi putra mahkota pada Juni 2012 setelah kematian Pangeran Nayef bin Abdulaziz. Salman sudah sering mewakili raja dalam acara-acara publik baru-baru ini karena kesehatan raja yang buruk.
Pada Maret 2014, Raja Abdullah mengangkat adik tirinya, Pangeran Moqren, sebagai putra mahkota kedua. Itu merupakan sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dan dilihat sebagai upaya untuk meredakan hambatan dalam proses suksesi. Moqren, yang lahir tahun 1945, adalah bungsu dari para putra Raja Abdulaziz al-Saud, pendiri Arab Saudi. Sejak kematian Abdulaziz al-Saud tahun 1952, takhta kerajaan secara sistematis diteruskan dari salah satu putra ke putranya yang lain. Namun, banyak dari mereka sudah tua atau telah meninggal. Mantan putra mahkota Pangeran Sultan dan Nayef meninggal dunia masing-masing tahun 2011 dan 2012.
Abdullah yang diperkirakan lahir di Riyadh tahun 1924 merupakan salah satu dari 12 putra Raja Abdulaziz al Saud. Seperti seluruh putra Abdulaziz, Abdullah hanya menyelesaikan pendidikan dasar. Dia terpilih menjadi putra mahkota tahun 1982 setelah kakak tirinya, Fahd, naik takhta. Keputusan tersebut ditentang oleh seorang kakak dari Fahd, yaitu Pangeran Sultan, yang menginginkan gelar itu untuk dirinya. Namun, keluarga lebih mendukung Abdullah untuk mencegah terjadinya perpecahan. Abdullah menjadi penguasa de facto di Arab Saudi tahun 1995 setelah Raja Fahd terserang stroke. Berkat kedekatannya dengan Amerika, Abdullah berhasil menekan Washington untuk menarik mundur pasukan yang ditempatkan di negara itu sejak invasi Amerika ke Kuwait tahun 1990.
Amerika menarik seluruh pasukannya dari Arab Saudi tahun 1993. Ketika Raja Fahd meninggal tahun 2005, Abdullah secara resmi naik ke takhta kerajaan itu. Ia kemudian mulai mendesak agenda-agendanya untuk menjadikan Arab Saudi lebih terbuka. Raja Abdullah dan Arab Saudi yang kaya minyak membantu membentuk kembali Timur Tengah. Prioritas utamanya adalah mengimbangi pengaruh kelompok Syiah di Iran. Raja Abdullah dan anggota-anggota Kerajaan Arab Saudi juga berkeras menentang gelombang pergolakan pro-demokrasi di Timur Tengah, yang dipandangnya sebagai ancaman terhadap stabilitas dan kepemimpinannya. Dia didukung faksi Muslim-Sunni di beberapa negara. Tetapi, di Lebanon misalnya, kebijakannya untuk menghentikan Hezbollah yang didukung Iran gagal.
Meski memiliki kedekatan dengan Amerika, Raja Abdullah dilaporkan kerap frustrasi dengan kegagalan Amerika menjembatani konflik Israel-Palestina. Dia juga telah mendorong pemerintahan Obama untuk mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Iran dan lebih mendukung para pemberontak Sunni yang berjuang menggulingkan Presiden Suriah Bashar Al-Assad. Abdullah dikenal karena upayanya memodernisasi kerajaan Arab Saudi, termasuk memberi lebih banyak hak politik kepada kaum perempuan dan ikut bergabung bersama Amerika melawan Al Qaeda dan kelompok-kelompok ekstremis lain. Raja Abdullah meninggalkan lebih dari 30 anak dan lebih dari 10 istri.