Margarito Kamis - Tokoh Hukum Tata Negara

Biografi Profil Biodata Margarito Kamis - Ahli Hukum Tata Negara IndonesiaDr. Margarito Kamis (lahir di Ternate, Maluku Utara) adalah seorang ahli hukum tata negara Indonesia. Ia pernah beraktivitas sebagai Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara antara tahun 2006 hingga 2007. Margarito lahir di Gambesi, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Ia meraih gelar master bidang hukum dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. Gelar Doktor ia dapatkan dari Universitas Indonesia, dan merupakan putra Ternate pertama yang menyandang gelar tersebut.

Selain menjabat Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, ia juga pernah ikut serta dalam mempersiapkan Panitia Seleksi Komisioner KPK di Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan menjadi anggota Tim Seleksi Hakim Mahkamah Konstitusi di Dewan Pertimbangan Presiden pada tahun 2007 dan 2008.

Lahir Ternate, Maluku Utara
Kewarganegaraan Indonesia
Almamater Universitas Hasanuddin, Makassar
Pekerjaan Ahli hukum
Dikenal karena Pakar hukum tata negara

Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis melihat ‎Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Umum Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, merupakan peraturan yang paling amburadul jika dibandingkan dengan undang-undang lain. Dia bahkan menyangsikan UU tersebut bila menjadi rujukan penyelenggaraan pilkada serentak tahun ini. "UU Pilkada ini adalah undang-undang yang paling berat, paling amburadul daripada undang-undang yang lain," ujar Margarito kepada wartawan, Jumat (8/5/2015).

Margarito menyatakan hal itu, karena isinya tak banyak berubah dari sebelumnya, meski sudah melewati revisi terlebih dahulu di DPR. Padahal tahun ini pilkada akan dilakukan serentak. Sehingga bila mekanisme tahapannya tetap sama, maka menurutnya kemungkinan besar akan lebih amburadul hasilnya. "Dari dulu setiap terminal, dari TPS, PPS, PPK ada calonya. Setiap tahapannya ada masalah," ujar Margarito.‎

Selain itu, menurut Margarito, bisa juga dilihat dari anggaran penyelenggaraan Pilkada. Buktinya, pilkada serentak yang semangatnya untuk mengefesiensikan biaya, justru dengan sistem serentak malah jauh lebih boros. "Bikin pilkada serentak biar biayanya kecil, faktanya malah biayanya sama juga besar," ujar Margarito. Karena itu, Margarito menyarankan lebih baik pemerintah mengusulkan DPR untuk membuat undang-undang yang baru. Dengan konsep yang matang, dan tidak tergesa-gesa karena tekanan politik. "Dibuat dengan pikiran tenang, yang jelas, agar kita peroleh tatananan yang baik," katanya.