Aylan Kurdi yang masih sangat kecil untuk tahu kebiadaban yang dilakukan sejumlah orang dewasa, sehingga saat anak-anak di sejumlah negara bisa bermain, di Timur Tengah, anak-anak kehilangan kasih sayang, mereka harus lari untuk menyelamatkan diri.
Hidup Aylan penuh ketakutan karena dikejar kematian, dia merupakan bagian paling menyedihkan dari serpihan kemanusiaan kita yang mulai luntur. Sedangkan di Kobani, tidak ada pantai, hanya bom yang terus meledak. Sangat memrihatinkan untuk menyaksikan korban yang terus berjatuhan, tak terhitung darah dan air mata yang tumpah.
Aylan Kurdi dan kakak kandungnya Galip Kurdi (5) harus meninggalkan Kobani untuk menyelamatkan diri hanya dalam waktu sangat singkat perjalanan hidupnya di dunia, tiga tahun, tapi dengan terus berdentumannya bom yang berjatuhan, maka hidup bocah yang belum mengerti apa-apa itu hanya dipenuhi ketakutan. Eropa merupakan benua di mana ada sejumlah negara yang dituju Aylan dan keluarganya.
Setelah melakukan perjalanan beratus-ratus kilometer (km) melalui Turki, tiba saatnya, Aylan untuk menyeberangi laut Aegean ke laut Yunani, Kos, yang jaraknya dua mil. Ribuan jiwa lainnya juga melakukan penyeberangan yang sama, risiko yang sama, perjalanan yang harus dilewati para pengungsi itu. Hanya memakai baju merah menyala dan celana pendek, tiba saatnya Aylan dan sedikitnya 20 orang lainnya untuk meninggalkan pantai itu, Rabu dengan menggunakan dua buah kapal boat dari Akyarlar.
Akhirnya kapal itu tenggelam karena kelebihan muatan di mana 12 jiwa ikut tenggelam, termasuk lima orang anak-anak. Aylan dan kakaknya Galip (5), dan ibu kandung mereka, Rihan (35) tidak pernah menapakkan kaki mereka sampai Eropa. Tubuh mereka ditemukan di pantai Bodrum, mereka tenggelam di laut yang ganas. Tubuh Aylan diangkat oleh anggota polisi Turki dengan luka di bagian perut bocah tersebut. Kisah lautan pengungsi itu memang sangat menyayat hati.