Nara Masista Rakhmatia tiba-tiba muncul di berita dan media sosial di Indonesia. Dia dianggap berani melawan serangan delegasi-delegasi dari 6 negara Pasifik tentang pelanggaran HAM di Papua saat Sidang Umum PBB. Saat ini menjabat Sektetaris II (second secretary) di Permanent Mission di Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk PBB. Jabatan ini baru dipegang Nara sejak April 2016. Sebelumnya dia menjabat sebagai Sekretaris III (third secretary), masih di tempat yang sama.
Jika merujuk pada tingkatan gelar diplomatik yang berlaku sama di dunia internasional, maka posisi Nara saat ini berada di bawah minister, minister counsellor, counsellor, dan first secretary, serta berada di atas third secretary dan attache. Sebelum bekerja di Kementerian Luar Negeri, yang dimulai sejak 2014, Nara sempat mengabdi di almamaternya, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Indonesia, sebagai asisten peneliti (2006-2007) dan asisten dosen (2005-2006). Lulusan Hubungan Internasional Universitas Indonesia tahun 2006 ini aktif di Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia sebagai Head of Legislative Issues (2005-2006).
Sebelumnya Nara mengambil studi Diploma III di bidang Media dan Komunikasi Masa, masih di Universitas Indonesia. Nara melanjutkan pendidikan di University of St. Andrews dimana dia meraih gelar Master of Letters (M. Litt) dalam studi perdamaian dan konflik pada 2010 serta Studi Komunikasi dan Media di Georgetown University pada 2012. Indonesia menjawab dan mengkritik sikap enam negara yang menuding pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua dalam forum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), di New York, Amerika Serikat. Dalam Sesi ke-71 KTT PBB yang digelar 13-26 September itu, pemimpin enam negara Pasifik mendesak respons PBB terhadap keadaan di Papua.
Mereka membahas soal kekhawatiran akan keadaan dan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua Barat. Indonesia kemudian mengirim utusannya bernama Nara Masista Rakhmatia, untuk menyampaikan hak jawab di forum tersebut. Dalam paparannya, Nara menyampaikan bahwa Indonesia jauh lebih baik soal penegakan HAM dibanding enam negara yang coba mengusik Indonesia lewat Papua. Diplomat muda berparas cantik ini juga menutup pidatonya dengan sebuah pepatah, bahwa "Ketika seseorang menunjukkan jari terlunjuknya pada orang lain, jari jempolnya otomatis menunjuk pada wajahnya sendiri."