Anton Medan yang lahir dengan nama Tan Hok Liang; lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, 10 Oktober 1957; umur 59 tahun biasa dipanggil Kok Lien sebagai anak ke-2 dari 17 bersaudara adalah mantan preman kelas kakap yang pernah masuk penjara sewaktu masih menjadi perampok dan kini telah insaf. Pada umur 8 tahun masuk SD Tebing Tinggi dan terpaksa harus meninggalkan bangku sekolah untuk bekerja membantu mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Pada usia 12 tahun mulai merantau dan menjadi anak jalanan di Terminal Tebing Tinggi dan berlanjut di Terminal Medan menjadi pencuci bus dan sempat mendekam empat tahun hukuman di Penjara Jalan Tiang Listrik, Binjai. Merantau ke Jakarta menjadi penjahat kecil-kecilan lalu beralih ke dunia yang lebih suram. Saat kejayaannya masyarakat Jakarta menjulukinya Si Anton Medan, penjahat kaliber kakap, penjahat kambuhan, yang hobinya keluar masuk penjara, dan lain-lain. Tak terbilang berapa banyak LP (Lembaga Pemasyarakatan) dan rutan (rumah tahanan) yang sudah disinggahi. Di tembok penjara itulah dia sempat menemukan hidayah Tuhan.
Ketika dilahirkan dia beragama Budha kemudian berganti menjadi Kristen. Dan tatkala bersentuhan dengan Islam, hatinya menjadi tenteram menemukan kesejukan di dalamnya. Selama tujuh tahun mempelajari Islam dan akhirnya Ia memeluk agama Islam tahun 1992 dengan dituntun oleh KH. Zainuddin M.Z. dan berganti nama menjadi Muhammad Ramdhan Effendi. Berikutnya bersama-sama dengan K.H. Zainuddin M.Z., K.H. Nur Muhammad Iskandar S.Q., dan Pangdam Jaya (waktu itu) Mayjen A.M. Hendro Prijono, 10 Juni 1994, mendirikan Majels Taklim Atta’ibin serta rumah ibadah yang diberi nama Masjid Jami' Tan Hok Liang terletak di areal Pondok Pesantren At-Ta'ibin, Pondok Rajeg, Cibinong. Sengaja dia mendirikan majelis taklim ini untuk menampung dan membina para mantan napi (narapidana) dan tunakarya (pengangguran) untuk kembali ke jalan yang benar. Pada tahun 1996, Majels Taklim Atta’ibin mempunyai status sebagai yayasan berbadan hukum yang disahkan oleh Notaris Darbi S.H. yang bernomor 273 tahun 1996.
Merasa resah atas aksi unjuk rasa berskala besar yang bakal digelar di Ibukota pada Jumat, 4 November 2016 mendatang, mantan preman kelas kakap, Anton Medan menyampaikan tuntutan kepada Kapolda Metro Jaya, Irjen M Iriawan siang tadi, Senin (31/10). Bukan sebagai tim sukses salah satu Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta, dirinya yang datang didampingi beberapa orang kerabatnya itu mengaku ingin kepastian jaminan keamanan selama aksi unjuk rasa digelar. Pasalnya, aksi unjuk rasa yang diketahui akan diramaikan oleh puluhan ribu massa itu menurutnya secara jelas menyinggung kebhinekaan. Tuntutan yang disampaikan pendemo pun katanya sangat kental terasa Isu SARA yang dipicu Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang telah melecehkan Surat Al Maidah ayat 51 beberapa waktu lalu.
Ketua Umum Persatuan Islam Tionghoa itu mengaku mewakili sejumlah masyarakat Tionghoa mendatangi Mapolda Metro Jaya pada Senin (31/10) membawa surat berisi pernyataan sikap terkait aksi unjuk rasa terhadap Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang menurutnya telah menciderai Pancasila. Dalam Surat tersebut, dirinya menyampaikan akan melawan seluruh pihak yang menghembuskan isu SARA karena secara langsung melecehkan Pancasila. Apabila tidak, dirinya menantang kepada pihak tersebut akan secara langsung berhadapan dengannya. Dirinya mengancam akan menggunakan hukum rimba, seperti yang dulu pernah dia lakukan kala dirinya masih di lembah hitam. Dalam Surat tersebut, dirinya menyampaikan akan melawan seluruh pihak yang menghembuskan isu SARA karena secara langsung melecehkan Pancasila.