Atas segala penyiksaan yang dialami, ia merupakan satu-satunya warga negara yang pernah menuntut Pangkobkamtib di pengadilan. Tapi setelah terjadi perubahan sistem politik dan rezim pemerintahan melalui gerakan reformasi yang turut dipeloporinya, dengan jiwa besar dan sikap kenegarawanan, ia memaafkan dan menemui tokoh-tokoh yang bertanggung jawab atas penyiksaan dan pemenjaraannya. Lalu, secara manusiawi dan kekeluargaan membina hubungan baik yang berkelanjutan. Sejak muda AM Fatwa aktif di berbagai organisasi seperti PII, GPII, HMI, dan Muhammadiyah. Ia juga aktif dari awal terbentuknya Keluarga Besar PII sebagai Penasihat dan kini Dewan Kehormatan. Demikian juga di KAHMI pernah jadi Wakil Ketua di awal terbentuknya, kemudian Dewan Penasihat. Belakangan juga ICMI, terakhir sebagai Dewan Kehormatan.

Selanjutnya mengikuti Sekolah Dasar Perwira Komando (Sedaspako) V/1967 KKO AL, namun tidak berlanjut sebagai Perwira AL, dan hanya menjadi Imam Tentara yang ditempatkan sebagai Kepala Dinas Rohani Islam Pusat Pendidikan Tamtama, merangkap Kepala Penerangan di Gunung Sari, Surabaya. Terakhir Wakil Kepala Dinas Rohani Islam Komando Wilayah Timur KKO AL di Surabaya hingga akhir tahun 1969. Kemudian oleh Komandan Pusat KKO AL Mayjen KKO Moch. Anwar, pada tahun 1970 AM Fatwa diperbantukan kepada Gubernur DKI Jakarta, Letjen KKO AL Ali Sadikin, di bidang agama dan politik.
AM Fatwa adalah salah seorang deklarator berdirinya Partai Amanat Nasional, lalu menjadi Ketua DPP PAN (1998-2005), Wakil Ketua MPP PAN, dan Dewan Kehormatan PAN (2015-2020). Dalam Pemilu 1999, AM Fatwa terpilih menjadi Anggota DPR RI dari PAN. Ia lalu menjabat Wakil ketua DPR RI (1999-2004). Dalam Pemilu 2004, ia terpilih untuk kedua kalinya dari PAN, dan menjadi Wakil Ketua MPR RI (2004-2009). Pada Pemilu 2009 dan 2014, AM Fatwa memutuskan maju sebagai calon perorangan dan terpilih menjadi Anggota DPD RI, Senator dari DKI Jakarta. Dari buah pikirannya telah lahir tidak kurang dari 29 buku.