Tili mengatakan orang-orang awalnya menganggap sepele ketika dia meminta agar diantar ke tempat buaya legendaris itu. Orang-orang beranggapan pawang buaya terkenal saja tak mampu menangkap buaya itu. "Saya minta diantar ke lokasi buaya tersebut, tapi hanya ditanggapi biasa saja. Karena sebelumnya Panji (pawang buaya) tidak mampu tangkap buaya itu," kata Tili. "Paginya saya minum air kuala atau sungai Palu, berenang," sambung Tili.
Sebagai penangkap buaya legendaris itu, Tili berharap pemerintah mengizinkan dia memelihara buaya sebagai kenang-kenangan. "Saya mohon pemerintah untuk tidak persulit saya merawat anak buaya berkalung ban. Itu kenangan-kenangan saya, berenang degan buaya. Kalau sudah besar mau dilepas saya ikhlaskan," katanya.
Tili pria penangkap buaya berkalung ban di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) mengungkap penyebab orang-orang sebelumnya gagal menangkap sang buaya legendaris. Itu terjadi karena orang-orang yang sebelumnya berusaha menangkap tidak pamit ke penghuni Sungai Palu. "Rahasianya hanya satu tangkap buaya, orang tidak pernah pamit atau permisi dengan penghuni di Sungai Palu," kata Tili Selasa (8/2/2022).
Diketahui ban di leher buaya legendaris di Kota Palu itu sudah ada sejak 2016. Sejak saat itu, sejumlah pawang buaya berusaha menolong buaya tapi tak ada yang berhasil. Sebut saja pencinta reptil terkenal asal Australia, Matt Wright, yang jauh-jauh datang ke Palu untuk membantu buaya. Namun upaya Matt saat itu tidak berhasil.