Biografi Tokoh Siddhartha Buddha Gautama

Biografi Siddhartha Gautama - Tokoh Pendiri Agama BudhaBuddha (Sanskerta: बुद्ध berarti mereka yang sadar atau yang mencapai pencerahan sejati, dari perkataan Sanskerta: "Budh" yang bermakna untuk mengetahui) adalah gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan kontemporer, ia sering digunakan untuk merujuk Siddharta Gautama, guru agama dan pendiri Agama Buddha (dianggap "Buddha bagi waktu ini"). Dalam penggunaan lain, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang telah sadar.

Gautama Buddha nama aslinya pangeran Siddhartha pendiri Agama Buddha, salah satu dari agama terbesar di dunia. Putra raja Kapilavastu, timur laut India. berbatasan dengan Nepal. Siddhartha sendiri (marga Gautama dari suku Sakya) konon lahir di Lumbini yang kini termasuk wilayah negara Nepal. Kawin pada umur enam belas tahun dengan sepupunya yang sebaya. Dibesarkan di dalam istana mewah, pangeran Siddhartha tak betah dengan hidup enak berleha-leha, dan dirundung rasa tidak puas yang amat. Dari jendela istana yang gemerlapan dia menjenguk ke luar dan tampak olehnya orang-orang miskin terkapar di jalan-jalan, makan pagi sore tidak, atau tidak mampu makan sama sekali. Hari demi hari mengejar kebutuhan hidup yang tak kunjung terjangkau bagai seikat gandum di gantung di moncong keledai. Siddhartha berpikir, keadaan ini mesti dirobah. Mesti terwujud makna hidup dalam arti kata yang sesungguhnya, dan bukan sekedar kesenangan yang bersifat sementara yang senantiasa dibayangi dengan penderitaan dan kematian.

Tatkala berumur dua puluh sembilan tahun, tak lama sesudah putra pertamanya lahir, Gautama mengambil keputusan dia mesti meninggalkan kehidupan istananya dan mengharnbakan diri kepada upaya mencari kebenaran sejati yang bukan sepuhan. Berpikir bukan sekedar berpikir, melainkan bertindak. Dengan lenggang kangkung dia tinggalkan istana, tanpa membawa serta anak-bini, tanpa membawa barang dan harta apa pun, dan menjadi gelandangan dengan tidak sepeser pun di kantong. Langkah pertama, untuk sementara waktu, dia menuntut ilmu dari orang-orang bijak yang ada saat itu dan sesudah merasa cukup mengantongi ilmu pengetahuan, dia sampai pada tingkat kesimpulan pemecahan masalah ketidakpuasan manusia.

Bertapa itu jalan menuju kearifan sejati menjadi dasar Gautama mencoba menjadi seorang pertapa, bertahun-tahun puasa serta menahan nafsu sehebat-hebatnya. Akhirnya dia sadar laku menyiksa diri ujungnya cuma mengaburkan pikiran, dan bukannya malah menuntun lebih dekat kepada kebenaran sejati. Pikir punya pikir, dia putuskan mendingan makan saja seperti layaknya manusia normal dan stop bertapa segala macam karena perbuatan itu tidak ada gunanya. Dalam kesendirian yang tenang tenteram dia bergumul dengan perikehidupan problem manusiawi. Akhirnya pada suatu malam, ketika dia sedang duduk di bawah sebuah pohon berdaun lebar dan berbuahkan semacarn bentuk buah pir yang sarat biji segala macam, maka berdatanganlah teka-teki masalah hidup seakan berjatuhan menimpanya. Semalam suntuk Siddhartha merenung dalam-dalam dan ketika mentari merekah di ufuk timur dia tersentak dan berbarengan yakin bahwa terpecahkan sudah persoalan yang rumit dan dia pun mulai saat itu menyebut dirinya Buddha "orang yang diberi penerangan."

Pada saat itu umurnya menginjak tiga puluh lima tahun dan sisa umurnya dipergunakannya berkelana sepanjang India bagian utara, menyebarkan filosofi barunya di depan khalayak yang sudi mendengarkan. Saat dia wafat, tahun 483 SM, sudah ratusan ribu pemeluk ajarannya. Meskipun ucapannya masih belum ditulis orang tapi petuahnya dihafal oleh banyak pengikutnya di luar kepala, diwariskan ke generasi berikutnya lewat mulut semata. Pokok ajaran Buddha dapat diringkas di dalam apa yang menurut istilah penganutnya "Empat kebajikan kebenaran:" pertama, kehidupan manusia itu pada dasarnya tidak bahagia; kedua, sebab-musabab ketidakbahagiaan ini adalah memikirkan kepentingan diri sendiri serta terbelenggu oleh nafsu; ketiga, pemikiran kepentingan diri sendiri dan nafsu dapat ditekan habis bilamana segala nafsu dan hasrat dapat ditiadakan, dalam ajaran Buddha disebut nirvana; keempat, menimbang benar, berpikir benar, berbicara benar, berbuat benar, cari nafkah benar, berusaha benar, mengingat benar, meditasi benar.

Beberapa saat sesudah Gautama wafat agama baru ini merambat pelan. Pada abad ke-3 sebelum Masehi, seorang kaisar India yang besar kuasa bernama Asoka menjadi pemeluk Agama Buddha. Berkat dukungannya, penyebaran Agama Buddha melesat deras, bukan saja di India tapi juga di Birma. Dari sini agarna itu menjalar ke seluruh Asia Tenggara, ke Malaysia dan Indonesia. Angin penyebaran pengaruh itu bukan cuma bertiup ke selatan melainkan juga ke utara, menerobos masuk Tibet, ke Afghanistan dan Asia Tengah. Tidak sampai situ. Dia mengambah Cina dan merenggut pengaruh yang bukan buatan besarnya dan dari sana menyeberang ke Jepang dan Korea. Sedangkan di India sendiri agama baru itu mulai menurun pengaruhnya sesudah sekitar tahun 500 Masehi malahan nyaris punah di tahun 1200. Sebaliknya di Cina dan di Jepang, Agama Buddha tetap bertahan sebagai agama pokok. Begitu pula di Tibet dan Asia Tenggara agama itu mengalami masa jayanya berabad-abad.