Eva Susanti Hanafi Bande tersenyum menyambut teman-temannya yang membesuknya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Petobo, Jalan Dewi Sartika, Palu, Sulawesi Tengah, tempatnya ditahan. Pada Rabu, 17 Desember 2014, itu, Eva bersama teman-temannya bersiap membahas pelepasannya dari ruang tahanan. Presiden Joko Widodo memutuskan memberikan grasi kepada perempuan aktivis agraria itu. Jokowi menilai Eva, yang divonis bersalah melakukan penghasutan terhadap petani sehingga terjadi tindakan anarkistis terhadap perusahaan kelapa sawit PT Berkat Hutan Pusaka (BHP), layak dibebaskan dari penjara. Bagi Jokowi, Eva hanya menggunakan hak menyampaikan pendapat, yang dilindungi undang-undang.
Eva merasa mendapatkan keajaiban saat tahu Jokowi memberikan grasi kepadanya. Ia pun meminta agar bukan hanya dirinya yang dibebaskan, tapi juga 140 aktivis agraria lainnya yang sampai sekarang masih dipenjara. Selama para aktivis dan hak-hak petani masih ditindas, Eva tidak akan berhenti melakukan pendampingan meskipun sudah dibebaskan dari sel tahanan. “Yang pasti, saya akan terus melanjutkan orasi dan demonstrasi. Saya tidak akan berhenti. Saya tidak akan bertobat,” dia menegaskan, dalam fokus majalah detik edisi 160. Sambil melepas rindu dengan rekan aktivis yang datang, Eva beberapa kali meneguk kopi yang dibawakan salah satu rekannya. Berikut ini wawancara Bahtiar Rifai dari majalah detik dengan Eva Bande di LP Petobo, Palu.
Bagaimana Anda membela petani di Toili melawan PT BHP yang sahamnya 100 persen dimiliki PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) milik Murad Husain sehingga Anda kemudian masuk penjara? Kasus KLS ini kasus lama yang juga diadvokasi oleh Walhi sewaktu ada banjir bandang pada 1999. Kala itu ada banjir dan habis sawah ribuan hektare karena ada aktivitas HPH (hak pengusahaan hutan) oleh KLS. Jadi susah menembusnya. Kemudian terbentuknya FRAS (Front Rakyat Advokasi Sawit). Ada Walhi, Jatam, Yayasan Merah Putih, ada banyak kala itu. Kemudian saya didaulat sebagai koordinator. Dari situlah mulai detik-detiknya.
Tahun 2010, jaksa menuntut Anda karena melakukan provokasi. Yang sebenarnya terjadi seperti apa? Di pasal itu melakukan provokasi tindak pidana kepada penguasa umum. Padahal dia (Murad Husain) adalah swasta. Sebenarnya Pasal 160 KUHP tidak tepat. Pasal karet. Pasal kolonial. Yang terjadi adalah, sebelum insiden 25 Mei 2010 itu, jauh sebelumnya upaya provokasi dilakukan oleh pihak perusahaan dan tentara. Jadi yang melakukan provokasi adalah tentara dan perusahaan.
Bentuknya? Mereka menggali jalan-jalan produksi, merusak jalan produksi petani yang lebarnya 4 meter dan 8 meter dalamnya. Dan kala itu petani sedang panen. Dalam persidangan disebutkan Murad Husain bahwa dia yang mengundang dan memanggil tentara. Jadi, kalau saya bilang, yang memprovokasi itu tentara. Negosiasi dengan tentara sudah dilakukan. Malah waktu itu dipimpin oleh Dandim Luwuk. Dia bilang, “Jangan coba-coba. Kalau kalian melawan, akan berhadapan dengan saya.” Itu malam, sempat dua kali tembakan ke luar.
Eva Bande dibebaskan karena grasi dari Presiden Joko Widodo atau yang akrab dipanggil Jokowi pada 19 Desember lalu. Grasi tersebut terhitung cepat, karena baru diajukan sekitar 5 Desember lalu, dan diputuskan pada 15 Desember. "Saya mengajukan grasi lalu dikabulkan presiden bukan karena saya mengaku bersalah. Di salah satu poin grasi ditulis karena kelalaian proses hukum," kata Eva kepada wartawan dalam konferensi pers di kantor Walhi, Jakarta Selatan, Minggu (21/12/2014).
Bahkan melalui sejumlah media ia mengetahui pejabat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mengumumkan grasinya itu, sempat menyinggung bahwa dirinya dipenjara karena kriminalisasi. Oleh karena itu ia percaya pemerintah telah melihat yang sebenarnya, yakni ia tidak bersalah. Eva mengatakan setelah Mahkamah Agung (MA) memutuskan ia bersalah pada 2013 lalu, ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Sebelum PK-nya diputuskan, grasi yang ia ajukan sudah diputuskan oleh Presiden Jokowi.
Ia mengakui sejumlah rekan-rekannya sudah melobi Presiden jauh sebelum pengumuman Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 diumumkan, dan Jokowi pun menanggapinya positif. Oleh karena itu ia diminta segera mengajukan grasi, walau pun pengajuan PK-nya belum dijawab oleh MA. Pertama kali ia menerima informasi grasi itu adalah dari omongan petugas Kemenkumham yang menyambangi Lapas Luwuk pada 15 Desember lalu. Diberitahu bahwa Presiden Jokowi telah mengabulkan permohonan grasinya itu, dan Eva akan dibebaskan pada 19 Desember.
Presiden Jokowi rencananya akan menyerahkan Keppres Grasi kepada Eva secara simbolis dalam puncak peringatan Hari Ibu di GOR Ciracas, Jakarta Timur. Eva dipidanakan pada 2010 lalu saat ia memperjuangkan tanah petani yang dirampas perusahaan pemilik kebun kelapa Sawit. Ia memimpin aksi bersama puluhan petani yang tanahnya dirampas, dan aksi itu pun berakhir ricuh. Ia bersama sekitar 23 demonstran lainnya sempat ditahan selama beberapa bulan, dan dilepaskan karena masa tahanannya habis, namun kasusnya belum tuntas.
Pada 2010 Pengadilan Negeri menghukumnya dengan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan. Di Pengadilan Tinggi hukumannya naik menjadi 4 tahun. Di MA pada 2013 hukumannya dikembalikan menjadi 3 tahun 6 bulan, dan pada Maret lalu Eva pun kembali dipenjara. Dalam kesempatan itu Eva juga menyebut dua rekannya yang sama-sama dikriminalisasi, hingga kini statusnya belum jelas. Pasalnya sejak MA memutuskan, hingga kini keduanya belum kunjung ditangkap aparat.