Tugce Albayrak adalah Seorang mahasiswi keturunan Turki yang membela dua gadis dari gangguan seorang remaja pria pertengahan November lalu di sebuah restoran cepat saji di kota Offenbach. Akibat pembelaan itu, ia dipukul bagian kepalanya, hingga jatuh ke lantai beton pelataran parkir dan koma. Tugce harus membayar kepedulian sipil yang ia tunjukkan untuk membela yang lemah dengan nyawanya. Dengan berani, ia menjadi pembela dua remaja putri yang diganggu lelaki dan harus menjadi korban.
Para dokter yang berusaha menolong dengan memasang alat bantu medis yang mempertahankan kehidupannya akhirnya angkat tangan. Pada tanggal 28 November bertepatan dengan ulang tahun ke 23 remaja perempuan keturunan Turki itu, keluarga memutuskan mencabut semua alat bantu medis. Tugce dinyatakan meninggal beberapa saat kemudian. Tugce meninggal tepat di hari ulang tahunnya yang ke 23 akibat luka pukulan yang dideritanya. Seluruh Jerman berdukacita sekaligus memuji dan menghormati perempuan ceria yang berani ini.
Sebagai tanda ikut berdukacita, ratusan orang berkumpul di depan rumah sakit pada senja saat alat bantu medis penunjang kehidupannya dimatikan. Ratusan ribu lainnya menyampaikan dukacita dan kekaguman lewat jejaring media sosial. Tidak kurang dari Presiden Jerman Joachim Gauck yang menegaskan rasa ikut berdukacita kepada kedua orangtua Tugce. Gauck juga menyatalan akan mempertimbangkan pemberian medali tanda jasa Jerman bagi almarhumah atas kepedulian sipilnya. Kematian tragis perempuan Jerman keturunan Turki berusia 23 tahun itu menyimpan peluang besar untuk mengubah pandangan negatif umum terkait debat imigrasi di Jerman. Sangat sering diskusi mengenai imigran hanya menyoroti masalah sempit seputar kasus bermasalah, kelompok pinggiran serta imigran yang tidak mau berintegrasi dan hidup dalam masyarakat paralel.
Tersangka pelaku, seorang pria remaja berusia 18 tahun saat ini masih meringkuk di tahanan pemeriksaan. Tersangka diketahui sering berurusan dengan polisi terkait tindak pidana ringan. Hingga kini tersangka bungkam dan polisi menyidik ke semua arah. Kedua remaja putri di bawah umur yang dibela Tugce sudah memberikan kesaksian kepada polisi. Jasad Tugce dimakamkan Rabu (03/12/14) seusai sholat lohor dengan dihadiri ribuan pelayat. Presiden Jerman Joachim Gauck bahkan sudah mengisyaratkan mempertimbangkan pemberian bintang tanda jasa bagi Tugce atas dedikasinya yang harus dibayar dengan nyawa itu.
Tapi sekarang pahlawan itu juga memiliki latar belakang migran. Seorang remaja putri dengan akar dari Turki, yang kuliah dan ingin jadi guru, yang berminat pada kemajuan masyarakat. Perhatian kini terfokus pada seorang wakil dari kelompok besar warga dengan latar belakang migran, yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan kemasyarakatan di Jerman. Data dan fakta telah menunjukkan, bahwa kaum migran secara demografi, ekonomi dan budaya justru menguntungkan Jerman. Tapi data dan fakta tidak banyak mempengaruhi diskusi warga migran, yang lebih sering diganduli emosi. Tapi nasib tragis satu orang, sering mengubah drastis segalanya. Dalam kasus ini, seorang remaja perempuan keturunan Turki yang berani dan membayar mahal kepedulian sipil dengan nyawanya, yang menempai sebuah relung dalam hati warga Jerman.
Kini kasus kematian Tugce memicu lagi perdebatan panas terkait konsekuensi hukuman berat bagi pelaku, Menteri kehakiman Jerman menegaskan menolak memberikan hukuman berat, karena hal itu tidak akan mencegah kejahatan berat semacam itu. Ironisnya, menteri Maas juga mengimbau ditingkatkannya kepedulian sipil untuk mengurangi aksi kekerasan. Sementara di sisi lain, para pembela hak asasi menuntut konsekuensi hukuman berat kepada pelaku semacam itu sebagai aksi penjeraan.
Mereka juga menunjuk kasus serupa pada 2009 terhadap pengusaha Dominik Brunner yang juga harus meregang nyawa akibat membela empat siswa sekolah yang diancam dua remaja pria. Terlepas dari pro kontra, lebih dari 160.000 sudah menyatakan dukungan lewat media sosial agar Tugce dianugerahi bintang jasa untuk dedikasinya itu. Almarhum Brunner mendapat bintang jasa atas pengorbanannya dan sebuah jalan di München juga diberi nama Brunner. Di jejaring sosial para simpatisan Tugce menulis: "juga jika bintang jasa tidak akan menghidupkan kembali kamu, tapi pemerintah layak menganugerahkannya. Kamu adalah panutan kami". Sumber: DW.DE