Chiara Natasya Tanus Keluarga Korban AirAsia

Profil Biodata Chiara Natasya Tanus Keluarga Korban AirAsiaChiara Natasya Tanus usianya masih 15 tahun, tidak menyangka bahwa keluarganya akan menjadi korban tragedi AirAsia QZ8501 Minggu (28/12) lalu. Kini, Chiara Natasya Tanus jadi yatim piatu, gadis manis itu rela melepaskan kedua orangtuanya Hermanto Tanus (40) dan Liangsih Indahju (38). Tak hanya itu, Chiara juga harus kehilangan kedua saudaranya, Geovani Nico (17) dan Geovani Justin (7).

Minggu pagi itu Chiara tengah menunggu kedatangan seluruh anggota keluarganya di Bandara Changi Internasional, Singapura. Alih-alih bisa berpelukan dan melepas kangen, Chiara justru harus menerima kenyataan lain; mendengar informasi pesawat yang ditumpangi orangtua dan kedaua saudaranya, menghilang. Seperti disampaikan oleh Linda Patricia Tanus, tante Chiara, kepergian adik dan keluarganya itu ke Singapura adalah untuk menjenguk Chiara dan menikmati liburan Natal dan Tahun Baru. Keluarga ini rencananya akan kembali bertolak ke Indonesia pada Jumat, 2 Januari 2015.

Chiara sendiri merupakan siswi di Methodist Girls School (MGS), Singapura. Sebelum berangkat ke Singapura, Hermanto sempat menghubungi anak keduanya itu. “Chiara menunggu di Bandara Changi sejak Minggu pagi,” kata Linda seperti dikutip dari Surya Online, Senin (31/12). Mula-mula Chiara tidak mendapatkan informasi apa pun selama berada di Bandara Changi pagi itu. Ia bahkan tetap berada di bandara meskipun jadwal landing pesawat AirAsia QZ8501 telah berlalu. Chiara juga sama sekali tidak mendapatkan informasi ketika AirAsia yang ditumpangi kedua orangtuanya dinyatakan hilang kontak di atas perairan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Lama menunggu dan tak ada kabar, Chiara akhirnya memutuskan untuk kembali ke asramanya.

Tapi sepintar-pintarnya bangkai dipendam pasti akan tercium juga. Chiara akhirnya mengetahui kabar pesawat yang ditumpangi ayah-ibunya dan saudara-saudaranya justru dari orang lain. Salah satu keluarga memberi tahu Chiara bahwa orangtuanya tidak bisa ke Singapura. “Kami tidak memberitahu soal insiden pesawat itu. Dia mengetahui sendiri dari internet dan televisi,” kata Linda. Dari penuturan Linda Tanus, setelah AirAsia QZ8501 putus komunikasi, keluarga mendekati Presiden Direktur AirAsia, Sunu Widiatmoko, dan mengatakan bahwah masih ada satu anggota keluarga Hermanto yang tinggal di Singapura. “Saya katakan, bila AirAsia peduli pada keluarga korban, tolong bawa Chiara pulang. Akhirnya Chiara bisa pulang.” Chiara Natasya Tanus akhirnya pulang, tapi dengan status baru: yatim piatu.

DI antara ratusan keluarga korban pesawat AirAsia QZ8501, Chiara Natasya Tanus, 15, termasuk yang paling terpukul. Orang tua, kakak, dan adiknya turut menjadi korban dalam peristiwa tersebut. Tidak mudah menerima kenyataan hilangnya orang-orang terdekat. Apalagi dalam jumlah banyak dan dalam waktu bersamaan. Tampaknya, itulah yang dirasakan Chiara setelah mendengar kabar kecelakaan tersebut. Seharusnya, Minggu pagi (28/12) menjadi hari bahagia bagi gadis berambut panjang itu. Bagaimana tidak, ayahnya, Hermanto Tanus; sang bunda, Liangsih Indahju; serta sang kakak, Geovani Nico, dan adiknya, Geovani Justin, bakal tiba di Singapura. Kebahagiaan pun menanti di tempat dia menimba ilmu. Bayangan bakal merayakan tahun baru bersama di negeri tetangga itu sudah melekat. Namun, petaka menimpa dan hingga sekarang jenazah keluarganya belum ditemukan.

Sejak pertama mendengar kabar insiden yang menimpa pesawat tujuan Surabaya-Singapura tersebut, Chiara shock. Dia memutuskan untuk kembali ke Surabaya. Gadis yang dikenal pendiam itu pun tidak bisa menahan tangis. Misalnya, yang terlihat saat dia berada di ruang crisis center di Terminal 2 Bandara Internasional Juanda. Siswi Methodist Girls School (MGS) itu hanya diam. Air matanya terus meleleh. Saat awak media berusaha mendekat, perempuan yang mengasuh Chiara sejak kecil berusaha menahan. "Kasihan, masih shock. Kami mohon pengertiannya," ujar perempuan itu. Waktu di crisis center, Linda Hermanto, kakak Hermanto, menceritakan kondisi Chiara yang shock. Ketika kejadian, Chiara menunggu keluarga di Bandara Internasional Changi, Singapura. Namun, pesawat yang ditunggu tidak kunjung datang. Pihak keluarga sempat mengabarkan bahwa keluarga batal datang, tapi tidak disebutkan bahwa pesawat kehilangan kontak. Namun, Chiara mulai tahu setelah melihat berita di internet bahwa pesawat yang ditumpangi orang tuanya kehilangan kontak.

Tidak lama kemudian, Chiara dibawa ke luar dari ruang crisis center. Wajahnya murung dan selalu menunduk. Dia menghindari pertanyaan sebagian awak media yang berusaha mengejarnya. Keluarga Chiara tinggal di Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Surabaya. Setelah kejadian itu, Chiara tinggal bersama keluarganya di perumahan elite di Surabaya Selatan. Pihak keluarga berusaha menenangkan kondisi Chiara. Mereka menutup diri dari orang yang tidak memiliki kepentingan. Termasuk, Pemkot Surabaya sempat mengalami kesulitan mencari Chiara setelah kejadian nahas tersebut. Camat Rungkut Ridwan Mubarun menceritakan, saat ini rumah Chiara kosong. Pemkot memerintah linmas untuk menjaga rumah itu. "Selain linmas, ada anggota sekuriti dari salah satu perusahaan di Surabaya. Mungkin orang tua gadis itu adalah petinggi di perusahaan tersebut," ucapnya. Ridwan pun berusaha mencari posisi Chiara. Dia menghubungi beberapa anggota keluarganya. Akhirnya, diketahui gadis cilik itu tinggal bersama tantenya di Surabaya Selatan. "Saat kami menemui keluarganya, Chiara berada di kamar," jelas Ridwan.

Pihak keluarga sempat memanggil Chiara untuk keluar sejenak. Ridwan pun akhirnya bertemu dengan gadis yang kini yatim piatu itu. Hanya beberapa saat, Ridwan lalu mempersilakan dia kembali masuk. "Gadis itu hanya diam dan terlihat sedih," ungkapnya. Ridwan lalu meminta tim pendamping psikologi di posko Mapolda Jatim untuk menemui Chiara. Tujuannya, mendampingi gadis cantik itu melalui fase yang membuatnya shock. Dua anggota tim pendamping pun mendatangi rumah keluarga Chiara pada Kamis sore lalu. Dr Frilya, salah seorang pendamping yang mendatangi keluarga Chiara, mengungkapkan bahwa kondisi gadis tersebut masih shock. Karakternya pendiam, meski masalah menimpanya. "Kami sangat berhati-hati dalam menyikapi permasalahan dia," ucapnya. Perempuan asal Malang tersebut juga mengimbau media untuk tidak mengekspos kondisi Chiara lebih dahulu. Sampai saat ini, dia butuh ketenangan. Tidak semua orang bisa menerima kenyataan tersebut. "Kami terus memberikan dukungan agar dia kuat dan tabah menerima musibah ini," ujar Frilya.

Kemarin pagi, Jawa Pos berusaha mendatangi tempat tinggal keluarga Chiara. Tampak petugas Pemkot Surabaya hanya berada di depan rumah. Mereka tidak bisa masuk dengan alasan menghormati privasi keluarga. Sekitar pukul 10.30, rombongan keluarga datang dengan kendaraan Avanza nopol N 422 YH. Tampak gadis remaja berkaus hitam keluar dari mobil dan masuk ke rumah tersebut. Kemudian, seorang pria dan beberapa perempuan juga masuk ke rumah tersebut. Ridwan menduga, mereka adalah anggota keluarga Chiara. Memang, saat ini Chiara harus dihibur. Bisa jadi, gadis kecil yang baru tiba itu adalah saudara dan teman sepermainannya. "Kami tidak bisa memaksakan masuk. Privasi keluarga harus dihormati. Selain itu, Chiara butuh ketenangan," tegasnya. Tidak berselang lama, tampak Chiara yang berkaus hijau dengan celana pendek keluar dari rumah itu.

Ditemani gadis yang baru keluar dari mobil tersebut, Chiara berlari ke barat sambil membawa anjing putih. Chiara yang saat itu mengenakan topi mulai bisa tersenyum. Tampaknya, dia mulai tenang ketika anggota keluarga menghiburnya. Frilya menambahkan, sampai saat ini Chiara masih trauma. Banyaknya orang yang hendak bertemu membuat dia takut. Karena itu, semua pihak harus memahami kondisinya. "Jangan sampai ketenangannya terganggu dan membuatnya shock lagi," ujarnya di posko Mapolda Jatim. Masa depan Chiara masih panjang. Dia butuh dukungan dari banyak pihak agar bisa menerima kenyataan itu. Tim akan selalu intensif mengamati perkembangan Chiara. Semoga diberi ketabahan dalam menghadapi musibah ini. (Berbagai Sumber)