Jeyskia Ayunda Sembiring, yang mewakili Aceh di ajang pemilihan puteri Indonesia 2015 dipertanyakan pemerintah dan masyarakat setempat. Masalahnya, gadis kelahiran Riau itu dirasa kurang representatif. Berkaitan dengan hal ini, Pemprov Aceh menyayangkan sikap panitia penyelenggara Puteri Indonesia yang tidak melibatkan dan berkoordinasi terkait keikutsertaan kontestan yang membawa nama Aceh.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Setda Aceh, Mahyuzar, mengatakan karena kegiatan tersebut membawa nama dan budaya Aceh, sudah seharusnya panitia kontes Puteri Indonesia mendapatkan persetujuan dari pihak pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh atau dinas dan instansi terkait. "Kita tidak ingin nama Aceh dimanfaatkan oleh sebagian pihak yang justru tidak menggambarkan identitas Aceh yang sebenarnya. Jangan sampai masyarakat terluka karena sikap dari sebagian pihak," katanya kepada VIVA.co.id, Minggu 15 Febuari 2015.
Mahyuzar menambahkan sebagai daerah syariat Islam, kontestan yang mewakili Aceh untuk Puteri Indonesia tidak mencerminkan semangat syariat Islam dan memahami budaya Aceh. Meski tidak memeliki kepentingan terhadap kontes kecantikan tingkat nasional itu, tapi permasalahan ini perlu disikapi. "Karena ada kontestan yang membawa Aceh, perlu disikapi dengan serius supaya tidak muncul polemik di kalangan masyarakat," katanya.
Jeyskia Ayunda Sembiring adalah dara kelahiran Lhokseumawe, 8 Agustus 1992. Meski lahir di Aceh, gadis berusia 22 tahun itu berdomisili di Pekan Baru, Riau. Nama Sembiring sendiri didapatkan dari Ayahnya yang bermarga Sembiring. Selain tidak berdomilisi di Aceh, salah satu yang dipersoalkan Pemprov Aceh adalah Jeysika yang mengaku tidak begitu menguasai budaya dan bahasa daerah yang ada di Aceh. Banyak kalangan di Aceh menilai, cara berpakaian wakil Aceh itu tidak sesuai dengan budaya dan agama yang dianut oleh warga Aceh.
"Kami sangat kecewa melihat penampilannya (Jeyskia), sebagai orang Aceh, kita lihat dia tidak mewakili orang Aceh. Bahkan bisa dikatakan telah mencoreng adat budaya dan agama Islam," ujar Novi, warga Lhokseumawe. Rencananya, ajang pemilihan puteri Indonesia yang ke-19 itu akan diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta pada Jumat 20 Februari 2015. (Viva-Tempo)
Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menyatakan tidak pernah merekomendasikan Jeyskia Ayunda Sembiring sebagai perwakilan provinsi itu untuk mengikuti kontes Putri Indonesia 2015. "Kami sangat menyesalkan sikap panitia penyelenggara Putri Indonesia yang tidak berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh terkait kontestan asal provinsi ini. Seharusnya panitia dapat berkoordinasi dengan instansi terkait jika membawa nama daerah," kata Kepala Biro Humas Sekretaris Daerah Aceh Dr Mahyuzar di Banda Aceh, Senin, 16 Februari 2015.
Jeyskia Ayunda Sembiring, yang mukim di Pekan Baru, Riau, ikut kontes Putri Indonesia 2015 sebagai wakil Provinsi Aceh. "Kami tidak ingin nama Aceh dimanfaatkan oleh sebagian pihak yang justru tidak menggambarkan identitas Aceh yang sebenarnya. Jangan sampai masyarakat terluka karena sikap dari sebagian pihak," kata Mahyuzar. Mahyuzar mengatakan sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam, kontestan yang mewakili Aceh, seperti kontes Putri Indonesia, harus dapat mencerminkan semangat syariat Islam dan memahami budaya Aceh.
Menurut dia, penampilan Jeyskia yang tidak menggunakan jilbab itu tidak mencerminkan budaya dan bertolak belakang dari penerapan syariat Islam di Aceh. Ia menambahkan bahwa pihaknya harus menyikapi dengan serius terhadap kontestan Putri Indonesia yang mewakili Aceh agar tidak muncul polemik di kalangan masyarakat. "Penampilan kontestan Putri Indonesia mewakili Aceh itu kini juga banyak menuai kritikan di media sosial karena yang bersangkutan tidak representasi dari masyarakat Aceh," kata Mahyuzar. - ANTARA