Pierre-Louis Padang Coffin adalah animator dan sutradara Perancis. Ia lahir tanggal 1 November 1967 dari pasangan Yves Coffin, seorang diplomat Perancis, dan Nh. Dini, penulis ternama asal Indonesia.[butuh rujukan] Ia bersekolah di Gobelins di Paris dan mengawali kariernya di Amblimation, studio animasi 2D di London. Di sana ia mengerjakan We're Back! A Dinosaur's Story besutan Steven Spielberg.
Ia kemudian menjadi animator lepas di studio CGI Perancis Ex Machina sebagai animator, pengawas animasi, dan sutradara. Setelah itu, ia dan Chris Renaud berkolaborasi dengan Passion Pictures Paris dan Mac Guff dalam proyek film fitur animasi CGI Despicable Me (2010) pesanan Universal. Ia juga mengisi suara untuk beberapa tokoh figuran. Pierre Coffin juga membuat animasi berjudul Pings (film animasi penguin yang dilukai atau dibunuh). Pada tahun 2013, Coffin dan Renaud menjadi sutradara Despicable Me 2. Ia dan Kyle Balda akan menyutradarai film pecahan Despicable Me, Minions (2014).
Lahir 1 November 1967 (umur 47)
Kewarganegaraan Perancis
Pekerjaan Animator, sutradara, pengisi suara
Karya terkenal Despicable Me
Despicable Me 2
Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 29 Februari 1936; umur 79 tahun) atau lebih dikenal dengan nama NH Dini adalah sastrawan, novelis, dan feminis Indonesia. NH Dini dilahirkan dari pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Ia anak bungsu dari lima bersaudara, ulang tahunnya dirayakan empat tahun sekali. Masa kecilnya penuh larangan. Konon ia masih berdarah Bugis, sehingga jika keras kepalanya muncul, ibunya acap berujar, “Nah, darah Bugisnya muncul".
NH Dini mengaku mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD. Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati. Ibu Dini adalah pembatik yang selalu bercerita padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaan Panji Wulung, Penyebar Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa dan sebagainya. Baginya, sang ibu mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan lingkungan.
Sekalipun sejak kecil kebiasaan bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan ibunya kepadanya, ternyata Dini tidak ingin jadi tukang cerita. la malah bercita-cita jadi sopir lokomotif atau masinis. Tapi ia tak kesampaian mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak menemukan sekolah bagi calon masinis kereta api. Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu kemampuannya. Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya dia berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya. Dan dalam kenyataannya ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya.
Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan tetap. Mungkin karena itu, ia jadi suka melamun. Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah. Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek. Dini menulis sajak dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di RRI Semarang ketika usianya 15 tahun. Sejak itu ia rajin mengirim sajak-sajak ke siaran nasional di [[RRI]Semarang dalam acara Tunas Mekar.