Sabar Gorky adalah pendaki gunung berkaki tunggal yang sudah mengharumkan nama Indonesia karena menang sebagai juara I dalam kompetisi panjat tebing penyandang tunadaksa se-Asia Tenggara di Korea Selatan 2009 lalu. Gorky itu nama pemberian orang Rusia, saat mendaki puncak Elbrus (5.642 mdpl, gunung tertinggi di Eropa) pada tahun 2011. Gorky ada filosofinya dalam bahasa Rusia. Artinya di dalam kepahitan mendapat kemanisan.
Kehilangan Kaki Kanan - Pria asal Solo ini mengaku sudah jatuh hati pada kegiatan mendaki sejak tahun 1986. Hingga cobaan mendatangi Sabar. Tahun 1990, dalam perjalanannya dari Jakarta menuju Solo, ia mengalami kecelakaan terjatuh dari kereta, sehingga harus merelakan kaki kanannya diamputasi. Setelah kepercayaan dirinya kembali, pria bertubuh kurus ini tertantang mempelajari olahraga panjat tebing. Saat itu ia belajar memanjat dinding tebing buatan di Universitas 11 Maret Solo (UNS). Rumahnya berdekatan dengan UNS, sehingga sekalipun tak kuliah di sana, Sabar memiliki banyak teman mahasiswa UNS.
Semangat Sabar kembali menyala. Dengan dukungan dari sahabat-sahabatnya, pria yang menikah pada tahun 2001 ini menaklukkan dinding-dinding tebing yang sesungguhnya. Ia ingin memperlihatkan kepada publik bahwa meski hanya memiliki satu kaki, dirinya dapat melakukan hal yang menginspirasi. Sabar juga menggowes sepeda Onthel-nya dari Solo menuju Bali dan menamai kegiatannya 'Tur Tunggal si Kaki Tunggal'.
Puncak Tertinggi Ke-3 - Sudah 15 puncak gunung yang ditaklukkan Sabar hingga saat ini. Dua di antaranya adalah puncak gunung tertinggi di dunia, Puncak Kilimanjaro (5.895 mdpl, gunung tertinggi di Afrika) dan Elbrus di Rusia. Dua puncak itu didakinya pada tahun 2011 akhir. Sabar optimistis, Cartenz akan menjadi rangkaian puncak gunung tertinggi dunia (Seven Summits) ke-3 yang dapat digapainya.
Tersenyum Saat Diragukan - Sepanjang kariernya sebagai atlet panjat tebing tunadaksa ini, Sabar kerap membagi pengalaman yang paling membekas di hatinya. Saat dirinya menuruni Puncak Kilimanjaro yang berhasil digapainya, beberapa turis pendaki lainnya enggan memberi selamat atas keberhasilannya. Mereka tak percaya seorang penyandang difabel mampu melakukan apa yang ditempuh pendaki profesional. Ketika itu Sabar mendaki puncak tertinggi gunung di Benua Hitam dengan 5 sahabatnya.
Yang paling berkesan yang di Kilimanjaro. Enggak ada yang percaya saya sampai Puncak Kilimanjaro. Karena rombongan pendaki lainnya bertemu saya saat saya sudah di perjalanan turun dari puncak. Karena enggak ada yang papasan di puncak, mereka menolak saat tim saya menyuruh mereka memberikan selamat kepada saya. Seperti namanya, Sabar hanya tersenyum ketika ia dikucilkan. Penghinaan yang ia dapatkan pun dibalas dengan senyuman. (liputan6)
#Lihat pula : Biodata Erik Erlangga - Pendaki Cartenz PT Freeport