Saat mengikuti tahapan wawancara oleh Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, Saut menyatakan bahwa ia termotivasi untuk mendaftar sebagai calon pimpinan KPK karena ingin ikut andil dalam pemberantasan korupsi. Ia juga ingin mencontohkan kepada para mahasiswanya untuk tidak takut mencoba profesi yang dianggap berbahaya. Meski memiliki keunggulan berupa keahlian pada bidang khusus yang dinilai dapat menunjang kinerja KPK, keberhasilan Saut mencapai kursi pimpinan sementara lembaga antikorupsi tersebut diwarnai beberapa pernyataan kontroversi. Bahkan, beberapa di antaranya terdengar berlawanan dengan semangat pemberantasan korupsi.
Dalam tes wawancara, anggota Pansel KPK sempat mengonfirmasi laporan masyarakat mengenai kendaraan Jeep Wrangler hijau milik Saut. Selain menggunakan nomor kendaraan yang didesain sendiri, yakni B 54U UTS, Saut juga dituduh tidak membayar pajak kendaraan sejak 2013. Pertanyaan serupa juga diajukan anggota Komisi III DPR dalam proses fit and proper test capim KPK. Menjawab hal tersebut, Saut bahkan bersedia untuk menunjukkan STNK sebagai bukti membayar pajak. Pansel KPK juga mengklarifikasi perusahaan yang dimiliki oleh Saut, yakni PT Indonesia Cipta Investama, yang dilaporkan menjadi tempat pencucian uang. Saut membantahnya.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru terpilih, yaitu Saut Situmorang menyatakan tak setuju dengan wacana hukuman mati terhadap koruptor. Dia akan memilih mundur dari lembaga antirasuah itu jika harus menghukum mati koruptor. Ia mengatakan, aturan mengenai hukuman mati bagi koruptor sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juntho 2002. Namun, meski diatur, dia meyakini pemberian hukuman mati bagi koruptor tidak akan menyelesaikan masalah. Ia menilai, korupsi adalah kejahatan sistemik. Akan lebih baik jika masalah ini diselesaikan dengan pencegahan. Nantinya, kata dia, yang harus dilakukan adalah membangun sistem yang membuat penyelenggara negara bahkan tidak punya peluang untuk korupsi.