Beberapa karya lukisan Haryadi seperti di kanvas dan kaca serta grafisnya, diisi berbagai aksara kuno, tokoh wayang, kisah mitos atau legenda, hingga sosok dedemit. “Saya selalu teringat isi pidato Bung Karno dulu agar pemuda kembali ke tradisi asli,” ujar Haryadi kepada Tempo, Mei 2013. Pergulatannya selama ini untuk menghasilkan paduan seni tradisi yang dikemas dengan cara modern. Namun, kata Haryadi, pencariannya belum menemukan titik keseimbangan seperti seniman Jepang idolanya, mendiang Shiko Munakata. Haryadi masih menganggap penting karya gambar dan seni grafis. Pada keduanya, kata mereka, sangat mengandalkan kepekaan tangan sehingga menghasilkan karya yang khas dan unik. Namun sekarang, cara berkarya seperti itu makin terkikis oleh kecanggihan teknologi, seperti komputer dan kamera foto, serta mesin pencetak. Haryadi Suadi meninggal di kediamannya di Bandung sekitar pukul 15.50 WIB, Jumat, 8 Januari 2016. Haryadi meninggalkan seorang istri dan dua orang anak, Radi Arwinda dan Risa Astrini. Rencananya, Haryadi akan dimakamkan di Komplek Makam Keluarga Besar ITB di Cibarunai, Sarijadi, Bandung. Jenazah diberangkatkan pukul 09.00 dari rumah duka di Jalan Haji Mahfud No. 4, Kiaracondong, Bandung.