Taiwan memasuki babak baru dengan kepemimpinan presiden perempuan setelah Tsai Ing-wen, pemimpin oposisi dari Partai Progresif Demokratik (DPP), memenangi pemilu yang digelar kemarin. Pemimpin partai oposisi Tsai Ing-wen memastikan kemenangan telak dalam pemilihan umum pada Sabtu sekaligus akan membuatnya sebagai presiden perempuan pertama di Taiwan karena para pemilih memalingkan dukungan terhadap penguasa yang menjalin hubungan lebih dekat dengan Cina. Tsai Ing-wen (Hanzi: 蔡英文, Pinyin: Cài Yīngwén) (lahir di Pingtung, Taiwan, 31 Agustus 1956; umur 59 tahun) adalah ketua Partai Progresif Demokratik sejak tahun 2008. Dia sebelumnya dikenal sebagai wakil presiden Republik Tiongkok. Tsai adalah lulusan Universitas Nasional Taiwan, Cornell University Law School, dan London School of Economics.
Lebih dari setengah suara yang telah dihitung, Tsai melalui Partai Progresif Demokratik (DPP) yang bersikap hati-hati menghadapi Beijing, memimpin perolehan suara sebesar 58,1 persen, sebagaimana penghitungan di tempat pemungutan suara (TPS) yang disiarkan langsung stasiun televisi Taiwan FTV. Eric Chu dari partai penguasa Kuomintang (KMT) yang bersahabat dengan Tiongkok membuntuti di posisi kedua dengan perolehan suara sebesar 32,5 persen. Kandidat veteran beraliran konservatif dari Partai Rakyat Utama James Soong berada di posisi ketiga dengan 9,4 persen suara. Dukungan bagi Tsai melonjak karena pemilih makin gelisah atas upaya pendekatan dengan Cina yang dilakukan Presiden Taiwan dari KMT Ma Ying-jeou baru-baru ini. DPP lebih berhati-hati mendekati Cina, meskipun Tsai berulang kali menyampaikan keinginannya untuk mempertahankan "status quo”.
Dalam pidato kemenangannya, Tsai memperingatkan China bahwa penindasan akan merugikan hubungan lintas selat. ”Sistem demokrasi kami, jarak identitas nasional dan internasional harus dihargai. Penindasan dalam bentuk apa pun akan merugikan stabilitas lintas hubungan kedua negara,” ujarnya seperti dilansir AFP. Hal tersebut dikatakan Tsai menanggapi perlakuan yang dialami artis Taiwan Chou Tzuyu yang dipaksa merekam video permintaan maaf setelah membuat marah netizen China dengan mengibarkan bendera Taiwan dalam siaran online baru-baru ini. Tsai secara detail menyatakan peristiwa itu membuat terguncang masyarakat Taiwan. ”Insiden khusus ini akan berfungsi sebagai pengingat kepada saya tentang pentingnya kekuatan negara kita dan persatuan bagi mereka di luar perbatasan kita,” ungkapnya.