Bastian Sutan Ameh atau Sebastian Tanamas (lahir di Andaleh, Padang, Sumatera Barat, 18 Agustus 1928; umur 90 tahun) adalah seorang pengusaha kerajinan rotan Indonesia. Ia juga dikenal sebagai tokoh PRRI. Bastian merupakan salah seorang tokoh muda militer yang ikut serta dalam perjuangan PRRI di Sumatera Tengah pada penghujung tahun 1950-an. Dalam PRRI, ia bertugas mengambil senjata yang dikirimkan tentara Amerika Serikat melalui Pekanbaru dan Singapura. Ia sempat juga digarap untuk menjadi agen CIA. Setelah itu, ia kemudian menjadi wartawan koran Asahi Shimbun di Jepang. Selepas menjadi wartawan ia beralih profesi menjadi pengusaha rotan. Usaha kerajinan rotan yang digelutinya berkembang menjadi besar di bawah bendera PT Tanamas Industry Comunitas. Saat ini usaha rotan tersebut dilanjutkan oleh putranya Azan Muhamad Tanamas.
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkat dengan PRRI) merupakan salah satu gerakan pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (Jakarta) yang dideklarasikan pada tanggal 15 Februari 1958 dengan keluarnya ultimatum dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein di Padang, Sumatera Barat, Indonesia. Gerakan ini mendapat sambutan dari wilayah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, di mana pada tanggal 17 Februari 1958 kawasan tersebut menyatakan mendukung PRRI. Konflik yang terjadi ini sangat dipengaruhi oleh tuntutan pemberlakuan otonomi daerah yang lebih luas. Ultimatum tersebut bukan tuntutan pembentukan negara baru maupun pemberontakan, tetapi lebih merupakan protes mengenai bagaimana konstitusi dijalankan. Pada masa bersamaan kondisi pemerintahan di Indonesia masih belum stabil pasca-agresi Belanda. Hal ini juga memengaruhi hubungan pemerintah pusat dengan daerah serta menimbulkan berbagai ketimpangan dalam pembangunan, terutama pada daerah-daerah di luar pulau Jawa.
Bibit-bibit konflik tersebut mulai terjadi sejak dikeluarkannya Perda No. 50 tahun 1950 tentang pembentukan wilayah otonom oleh provinsi Sumatera Tengah waktu itu yang mencakup wilayah provinsi Sumatera Barat, Riau yang kala itu masih mencakup wilayah Kepulauan Riau, dan Jambi sekarang. Bagaimanapun, pertentangan ini dianggap sebagai sebuah pemberontakan[1] oleh pemerintah pusat, yang menganggap ultimatum itu merupakan proklamasi pemerintahan tandingan, dan kemudian ditumpas dengan pengerahan kekuatan militer terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah militer Indonesia. Semua tokoh PRRI adalah para pejuang kemerdekaan, pendiri dan pembela NKRI. Sebagaimana ditegaskan Ahmad Husein dalam rapat Penguasa Militer di Istana Negara April 1957; Landasan perjuangan daerah tetap Republik Proklamasi dan berkewajiban untuk menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta