
Kim Jong-nam adalah putra sulung dari Kim Jong-il, ayah Kim Jong-un. Dia tadinya disebut-sebut bakal menjadi pemimpin Korut selepas Kim Jong-il wafat. Namun pada 2001, dia ditangkap di Bandara Narita, Tokyo, Jepang, setelah mencoba masuk ke Negeri Sakura dengan paspor Republik Dominika. Pada saat itu dia mengatakan ingin mengunjungi Disneyland di Jepang bersama keluarganya. Sejak kasus itu dia diusir ayahnya dan tinggal di Makau, Hong Kong, hingga Kim Jong-il mangkat pada 2011. Bahkan pernah pula dikabarkan bahwa Kim Jong-nam pernah datang ke Jakarta, Indonesia. Kim Jong-nam selama ini hidup bersembunyi karena khawatir adik tirinya, Kim Jong-un, memandang dia sebagai ancaman.
Siti Aisyah (lahir di Serang, 11 Februari 1992; umur 27 tahun) dan pernah bekerja di sebuah perusahaan konfeksi milik Lian Kiong alias Akiong sebagai pelipat jaket hasil produksi di Tambora, Jakarta Barat. Ia mendapatkan paspor dari Kantor Imigrasi Jakarta Barat. Ia menikah dengan putra Akiong, Gunawan Hasyim alias Ajun, yang membantu ayahnya mengelola usaha itu. Pasangan Siti dan Ajun lantas dikaruniai seorang anak sekitar 2009. Namun, beberapa bulan setelah kelahiran anaknya, mereka hengkang ke Malaysia. Di Malaysia, Siti berstatus sebagai seorang pramuniaga di sebuah klub malam Kuala Lumpur. Ia sendiri telah tinggal di ibu kota Malaysia itu selama beberapa bulan. Siti mengaku didekati oleh seorang pria misterius di klub tempatnya bekerja sebelum peristiwa berlangsung. Dalam perjumpaan itu, ia diiming-imingi bayaran USD100.
Ia mengaku diajak syuting acara realitas bertema lelucon. Dalam acara itu, dia dan rekannya diminta untuk mengerjai orang di bandara. Ia kemudian ditangkap di Hotel Ampang Malaysia. Pacar Aishah, seorang pria Malaysia berusia 26 tahun yang bernama Muhammad Farid Bin Jalaluddin, juga ditangkap untuk keperluan penyelidikan. Kim Jong-nam terbunuh di bandara internasional Kuala Lumpur saat ia bersiap untuk naik pesawat pada Februari 2017. Tahun lalu seorang hakim Malaysia mengatakan dia tidak bisa mengesampingkan kemungkinan bahwa pembunuhan terhadap Kim Jong Nam adalah pembunuhan politik. Namun hakim mengatakan di pengadilan bahwa tidak ada cukup bukti untuk membuktikan bahwa ada pemerintah yang mengaturnya.