Biografi Ghazi Mustafa Kemal Pasha Atatürk

29 Ekim Cumhuriyet BayramıMustafa Kemal Atatürk (lahir di Selânik (sekarang Thessaloniki, Yunani), 12 Maret 1881 – meninggal di Istana Dolmabahçe, Istanbul, Turki, 10 November 1938 pada umur 57 tahun), hingga 1934 namanya adalah Ghazi Mustafa Kemal Pasha, adalah seorang perwira militer dan negarawan Turki yang memimpin revolusi negara itu. Ia juga merupakan pendiri dan presiden pertama Republik Turki.

29 Ekim Cumhuriyet BayramıMustafa Kemal membuktikan dirinya sebagai komandan militer yang sukses sementara berdinas sebagai komandan divisi dalam Pertempuran Gallipoli. Setelah kekalahan Kekaisaran Ottoman di tangan tentara Sekutu, dan rencana-rencana berikutnya untuk memecah negara itu, Mustafa Kemal memimpin gerakan nasional Turki dalam apa yang kemudian menjadi Perang Kemerdekaan Turki. Kampanye militernya yang sukses menghasilkan kemerdekaan negara ini dan terbentuknya Republik Turki. Sebagai presiden pertama negara ini, Mustafa Kemal memperkenalkan serangkaian pembaruan yang luas yang berusaha menciptakan sebuah negara modern yang sekuler dan demokratis. Menurut Hukum Nama Keluarga, Majelis Agung Turki memberikan kepada Mustafa Kemal nama "Atatürk" (yang berarti "Bapak Bangsa Turki") pada 24 November 1934.

29 Ekim Cumhuriyet BayramıKemal meninggal dunia pada 10 November 1938 dalam usia 57 tahun karena kelelahan yang luar biasa akibat berat dan banyaknya tugas yang ada setelah sakit yang berkepanjangan karena sirosis hati. Penggantinya, İsmet İnönü, memperkuat kultus individu Atatürk secara anumerta, yang telah bertahan hingga sekarang, bahkan setelah Partai Rakyat Republikan Atatürk sendiri kehilangan kekuasaan setelah pemilu yang demokratis pada 1950.

29 Ekim Cumhuriyet BayramıAtatürk berusaha untuk memodernisasi dan mendemokratiskan sebuah Republik Turki yang baru dari sisa-sisa Kekaisaran Ottoman. Dalam upayanya ini, Atatürk telah menerapkan pembaruan-pembaruan yang meluas, yang akibatnya telah mendekatkan Turki kepada Uni Eropa sekarang. Tekanan yang diberikan kepada sekularisme dan nasionalisme juga telah menimbulkan konflik pada tingkat tertentu di dalam masyarakat. Sebagian pemeluk Islam yang taat merasa gagasan sekularisme ini bertentangan dengan ajaran Islam, dan mengkritik negara karena tidak memberikan kebebasan yang penuh dalam agama. Meskipun terdapat konflik-konflik ini, Atatürk tetap dihormati di seluruh Turki dan prinsip-prinsipnya tetap merupakan tulang punggung politik Turki modern.