Hatta Taliwang yang lahir di Desa Brang Rea, Sumbawa Barat pada 17 Februari 1954 adalah seorang aktivis sekaligus Direktur Institute Soekarno Hatta yang dikabarkan hadir dalam pertemuan dengan sejumlah tersangka makar yang telah ditangkap, Jumat (2/12). Akibat dugaan tersebut, kini pihak kepolisian tengah mencari keberadaan Hatta karena Polisi telah mengantongi bukti Hatta hadir dalam pertemuan tersebut. Hatta menjadi anak angkat Jenderal Besar (TNI) Abdul Haris Nasution. Hatta menjadi aktivis sejak mahasiswa dan Ia menjadi Ketua Dewan Mahasiswa Muhammadiyah pada 1977-1978. Kini, giliran nama Hatta Taliwang yang terseret dalam kasus dugaan upaya makar.
Sebelumnya, pihak kepolisian telah menangkap sebanyak 11 orang yang diduga terlihat upaya makar. Berdasarkan laporan Antara, mereka ditangkap di sejumlah tempat pada waktu yang hampir bersamaan, Jumat (2/12) pagi dengan dugaan upaya makar. Namun tujuh orang di antaranya, yakni Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin Indra dan Rachmawati Soekarnoputri telah dipulangkan setelah menjalani pemeriksaan hampir 1x24 jam. Hatta Taliwang tengah diburu polisi terkait dugaan upaya makar. Sementara tiga lainnya, yakni Sri Bintang Pamungkas, Jamran, dan Rizal Kobar ditahan di Polda Metro Jaya dan dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 UU ITE dan juga Pasal 107 Jo Pasal 110 KUHP tentang Makar dan Permufakatan Jahat.
Hatta akhirnya ditangkap di salah satu flat di Rumah Susun Bendungan Hilir, Jakarta Pusat pada Kamis, 8 Desember 2016. Polisi langsung menetapkan Hatta sebagai tersangka dalam kasus pemufakatan jahat untuk menggulingkan pemerintah yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 107, 110, dan 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Komisaris Besar Martinus Sitompul, mengatakan penangkapan Hatta sesuai dengan pernyataan kepolisian bahwa kemungkinan ada tersangka lain selain 10 orang yang ditangkap pada Jumat, 2 Desember lalu.
Perjalanannya sebagai aktivis menemukan puncaknya saat ia menjadi satu dari 50 tokoh yang turut menandatangani akte notaris pendirian Partai Amanat Nasional (PAN). Hatta pun menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PAN periode 1999-2004. Setelah tak menjadi anggota DPR dan keluar dari PAN, nama Hatta tak lagi beredar di pusaran politik nasional. Tapi ia sempat mengejutkan dengan tulisannya di sebuah media online yang berjudul Waspada Politik Cina Raya. Dalam tulisan itu Hatta mengutip berbagai referensi tentang upaya Republik Rakyat Cina memperluas emporium kekuasannya hingga Indonesia.
Kritik pada penguasa bukan hanya di era ini saja dia sampaikan. Saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih menjadi Presiden RI, Hatta juga mengeluarkan tulisan dan pernyataan yang mengkritik kebijakan-kebijakan SBY. Pada 2014, Hatta mengirimkan surat terbuka pada MPR-DPR untuk memanggil SBY atas dugaan tidak transparan tentang utang yang masih ditanggung negara. Ia bersama Komite Nasional Penyelamat Rakyat (KN-KPR) juga pernah mendorong adanya sidang istimewa untuk menurungkan Presiden SBY. Ajakan itu tak pernah bersambut. Hatta Taliwang yang dalam pemikirannya ingin mengembalikan UUD 1945 ke naskah aslinya, kini pun menyuarakan hal yang sama. Bersama Sri Bintang Pamungkas, Rachmawati Sokarnoputri, dan beberapa aktivis lainnya, ia kini menunggu pengadilan terkait kasus makar yang dituduhkan kepadanya.