Biografi Anwar Aktor Indonesia Era 1940 an

Biografi Profil Biodata Anwar - Aktor Indonesia Era 1940anAnwar yang lahir di Indragiri, 25 November 1915 dari keluarga Berpangkat Jaksa adalah aktor Indonesia di era tahun 1940-1950an. Dia bermain dan membintangi film Pulo Inten (1942), Boenga Sambodja (1942), Tirtonadi (1950), Harumanis (1950), dan Mas Kawin (1952). Anwar dapat menguasai bahasa Indonesia, dan irama percakapannya enak di dengar, agak mengarah-ngarah ucapan pemain-pemain film Malaya. Dan sukar untuk dirobahnya karena telah menjadi kebiasaannya. Peran yang dimainkannya macam-macam. Jadi orang alim, Jadi orang jahat, Pemuda, Kakek, dan filmnya kalau dihitung kelewat banyak. Sekalipun Anwar telah bermain sekian lamanya di film, dan telah sedemikian banyaknya film-film yang diperankannya, namun penghidupannya hingga saat ini sederhana saja.

Di film Tirtonadi (1950) Anwar bermain peran bersama aktris Sofia WD dan Wolly Sutinah. Sofia W.D. (lahir di Bandung, Jawa Barat, 12 Oktober 1924 – meninggal di Jakarta, 23 Juli 1986 pada umur 61 tahun) yang terlahir dengan nama Sofia dan juga sebelumnya dikenal dengan nama Sofia Waldy adalah aktris Indonesia yang cukup terkenal pada era 1950 sampai 1980-an. Selain sebagai aktris ia juga telah menyutradarai beberapa film. Sementara itu Wolly Sutinah (lahir di Magelang, Jawa Tengah, 17 Juli 1915 – meninggal di Jakarta, 14 September 1987 pada umur 72 tahun; lebih dikenal dengan nama Mak Wok) adalah aktris Indonesia tiga zaman. Mak Wok adalah anak seorang pemain biola, karena Wolly Sutinah sering menonton kegiatan panggung, akhirnya ia pun ikut naik panggung. Pada masa gemilang Dardanela, ia mendirikan grup sendiri yakni Miss Wolly Opera. Dari pernikahannya dengan Husin Nagib membuahkan seorang putri, Aminah Cendrakasih yang juga mengikuti jejak ibunya.

Film Tirtonadi adalah salah satu film Indonesia yang dibintangi Anwar dengan Sinopsis : Setelah mengetahui bahwa anaknya Sujono (Noviar) menikah dengan gadis desa bernama Sulastri (Sofia). Raden Mas Hendro memanggil Sujono dan mengawinkannya dengan Raden Ajeng Kusumaningsih. Kawin paksa itu tentu saja tidak membahagiakan Sujono. Ia bahkan terus-menerus mengingat Sulastri. Gangguan batin menyebabkan Sujono terganggu jiwanya. Akhirnya RM Hendro mengakui kekhilafannya.