Nicoline menuturkan, ibunya adalah seorang desainer dan makeup artist yang memiliki banyak majalah fashion di rumah. Ketika masih kecil, Nicoline sangat menikmati melihat foto-foto di majalah tersebut. “Layaknya anak kecil pada umumnya yang menyukai cerita dongeng, saya merasakan hal yang sama asyiknya melihat foto-foto di majalah fashion. Foto-foto tersebut seperti bercerita,” ujar Nicoline saat ditemui di Veranda Hotel, Jakarta Selatan, pada Kamis (5/9).
Sejak kecil, Nicoline mengaku sangat menikmati cerita melalui foto-foto. Kegemaran Nicoline terhadap foto fashion membuat ibunya berkesimpulan bahwa Nicoline ingin menjadi desainer fashion. Ibunya pernah mendaftarkannya di sebuah tempat kursus fashion designer karena mengira Nicoline menyukai profesi tersebut. “Pada akhirnya saya menyadari, meskipun menyukai dunia fashion designer, saya tidak benar-benar mencintainya. Saya justru lebih tertarik dunia fotografi,” ungkap Nicoline. Nicoline pun urung menekuni keterampilan fashion designer dan berhenti menjalaninya saat lulus SMA.
Lewat kerja keras, pada 2002, Nicoline pergi ke Belanda menekuni studi Fine Art di Hogeschool voor de Kunsten Utrecht, Belanda. Tidak hanya belajar melukis dan menggambar, dia juga menjalani beberapa pekerjaan di sana. Sambil mengisi waktu, Nicoline menjadi penata rias lepas untuk para model, bahkan menjadi model. Dari situlah ketertarikannya pada kamera tumbuh. “Selama menjadi model, saya kenal banyak fotografer. Saya lihat pekerjaan mereka sangat menarik. Saat sedang istirahat di lokasi pemotretan, saya mengajak mereka ngobrol soal fotografi,” tutur Nicoline. Dua tahun kemudian, Nicoline membeli kamera sendiri untuk mendalami dunia fotografi secara mendalam.
Di sela-sela kesibukan, dia memotret kehidupan jalanan di Belanda dan beberapa model agensi. Dia juga berusaha masuk ke lingkungan fotografi fashion dan mengirimkan kumpulan fotonya ke berbagai majalah fashion di Belanda. “Puluhan foto telah saya kirim, tetapi tidak ada yang merespons. Sampai suatu hari pada 2006, majalah Elle Belanda menghubungi saya. Mereka mengajak saya bekerja sama,” ujar Nicoline. Seiring berjalannya waktu, nama Nicoline dikenal di Eropa, khususnya Amsterdam, Paris, Antwerp, setelah menjuarai Iconique Societas Excellence in Photography Award 2007.
Tahun 2008, Nicoline memutuskan kembali ke Indonesia. Dia membutuhkan waktu sekitar setahun untuk bisa beradaptasi dengan cara kerja dan selera pasar di Indonesia. Menurutnya, dalam segi fashion, Indonesia memiliki lebih banyak unsur yang bisa dieksplorasi, sedangkan di Eropa segala sesuatunya lebih sederhana. “Orang Eropa lebih suka menekankan feel dan mood. Orang Indonesia lebih senang menekankan produk dan lighting ,” ujar Nicoline. Kesuksesan yang diraih Nicoline berhasil membuktikan bahwa perempuan juga bisa bersinar di lingkup pekerjaan yang didominasi kaum laki-laki tersebut.